Beberapa hari lalu dinda angkatku datang ke kos. Saya minta dia menyantap capcay bikinan saya. Masih ada satu mangkok. Komentarnya. "Enak yunda. Aku mau bikin ah," ujarnya. "Bumbunya apa?" tanya dinda. Saya sebutkan bumbu dan cara memasaknya, dinda mencatat.
Keesokan paginya, saya menerima foto capcay mirip yang telah dia buat. "Wah resepnya yunda enak. Aku sampai tanduk bola bali (maksudnya aku nambah terus," katanya. "Saya buru-buru bilang," Hayo, jangan lupa porsi suami lho ya." Saya lalu bilang ke dia. Bukan resep yang bikin enak. Semua bumbu capcay kan begitu-begitu saja. "Kuncinya masakan apapun kalau ada udangnya pasti enak dinda," kata saya. Dia menyahut pendek. "Hooh."
Pagi tadi, seorang sahabat dari Surabaya chating dengan saya. "Aku pingin bikin kepiting asem manis." "Opo bumbune?" tanya dia. Sahabat saya ini senang memasak. Agak kaget saya. Dia dulu aktifis kampus, rambutnya gondrong, macho puolll. Jelas ini ndak ada hubungannya dengan masak memasak sih. Mosok urusan masak memasak aja mesti stereotip. Hihihi.
Saya lanjutkan ya obrolan kami tadi. Saya bilang padanya. "Belum pernah masak jadi benar-benar nggak tahu?," kata saya. Saya bilang akan bikin kepiting kalau sudah punya pasangan aja. (nggak ada hubungannya kali.) Tapi kadang-kadang saya memang suka nyeleneh kok dan memang tidak ada penjelasannya. Tapi sejujurnya soal makan kepiting itu, saya punya cerita yang suka bikin saya senyum-senyum sendiri.
Sebelumnya jangan protes ya. Jangan tanya kebenarannya. Namanya juga cerita. Seorang teman bercerita pada saya. "Kalau kamu tahu seksual seseorang, lihat cara dia makan kepiting." "Lho kenapa, apa hubungannya," kata dia. Teman saya ini kemudian "nggambleh" "Makan kepiting itu membutuhkan kesabaran. Tak semudah makan bebek atau ayam. Kita harus membuka cangkang satu demi satu. Memecahnya. Mencecap daging yang tersembul di antara cangkang. Tidak semua orang sabar menyantapnya. Nah, dari makan kepiting itulah akan ketahuan, apakah dia pelaku seks yang buru-buru, nggak sabaran, atau pengertian dengan pasangan." Saya melongo. Weleh. Saya geleng-gelengkan kepala. Tidak percaya. Teman saya melanjutkan. "Itu sudah terbukti dari orang yang pernah kutemui," kata dia. Hahaha...Saya ngakak. "Berarti kamu ngeseks ama berapa orang hayooo....?".
Tapi meski saya ragu-ragu dengan cerita ini, kok ya cerita teman saya cukup berpengaruh. Tiap kali ada orang makan kepiting, saya memandangi cara makannya sampai tuntas. Ajaib memang. Setiap orang tidak pernah sama cara menyantapnya. Saya tersenyum-senyum sendiri. Senyum-senyum rahasia yang cuma saya sendiri yang tahu. Eit...tapi jangan mengira saya membayangkan "ngeseksnya" lho. Saya teringat pembicaraan saya dan teman ini.
Nah, hari ini bisa jadi saya sudah memberikan pengaruh yang sama kepada pembaca blog ini. Kalian senyum-senyum seperti saya ketika melihat orang menyantap kepiting. Wakakakakak.
Tapi ngomong-ngomong saya kok nggambleh kemana-mana ya? Saya kan tadi menceritakan teman yang menanyakan resep. Nah, karena masak kepiting saya tak bisa, maka saya memberikan alternatif bikin tom yum. "Masakan opo kuwi," tanya dia. Maksudnya itu makanan apa? "Saya jawab itu masakan Thailand, tapi sehat dan enak." Inilah masakan andalan saya. Saya punya mimpi punya restoran tom yum Jowo :)
Nah, lewat chating (duh, terima kasih ya teknologi, kau memudahkan komunikasi kami) saya memberikan resep plus cara memasaknya. Usai memeroleh resep, dia akan segera mengabari saya jika sudah praktek. Duh, akhir pekan ini menyenangkan sekali. Senang rasanya berbagi dengan teman-teman. Meski saya bukan koki, hobi masak memasak saya ada manfaatnya juga. Yippppiii...
Yogyakarta, 3 Maret 2012
Pukul 17.06
smoga ketularan jd hobby memasak...
BalasHapusmemasak sambil hening enak banget hane. iris-iris, menggongso, oseng-oseng :) menyenangkan
Hapus