pohon di dili |
Kali lain, ketika lampu merah tengah berhenti di perempatan Slipi, Jakarta. Saya bahkan sedang mengirim gambar ke facebook melalui Blackberry, ketika mendengar dentuman keras sekali. BB saya terpental, saya terjerembab. Posisi saya yang di depan memang tak apa-apa. Tapi ketika saat melihat ke belakang, moncong besi itu sudah masuk ke mobil kami, mendekati tubuh kakak saya. Kaca belakang jelas pecah. Bodi belakang ringsek. Tiga mobil di depan kami terseruduk mobil. Begitulah kecelakaan beruntun yang saya alami setahun lalu. Bahkan ketika mobil berhenti, tak melakukan aktivitas apapun.
Analogi saya tentang pengkhianatan seperti serudukan mobil atau mobil dari belakang. Lukanya lebih sakit ketimbang saat bertabrakan kedua belah pihak sama-sama "saling' menabrak. Tentu bagi yang ditabrak dari belakang lebih sakit. Perlu waktu lama untuk menyembuhkan luka kecelakaan itu. Begitu pula pengkhianatan itu.Tapi apakah tidak bisa sembuh? Karena motto saya semua hal pasti akan berlalu, maka saya tidak pernah berlama-lama menggenggam luka. Menggenggam masa lalu itu seperti keong yang selalu membawa rumah kemana-mana. Penuh beban. Buat apa? Toh, masa lalu tidak bisa dikembalikan.
Saya sempat punya pacar, kedua orang tua sudah berkenalan pula. Jarak jauh membuat dia berkhianat dengan perempuan lain. Hehehe. Padahal sebelumnya dia pernah bilang "Saya tidak akan menikah dengan siapapun kecuali kamu." Hahaha waktu itu saya ngakak. Saya jawab,"Saya tidak pernah percaya dengan omongan gombal." (catat ya buat nama muda yang mabuk asmara, namanya lidah tak bertulang jadi ya begitu deh). Dan benar saja. Kejadian. Saya memutus dia hanya melalui telepon. Dadah...Dan tak lagi menoleh ke belakang. Belakangan ketika putus, kian terang benderang attitutenya sungguh memalukan. Upss...ndak perlu diceritakan malah jadi bergunjing (terkekeh).
Tapi sejak itu, dia tak pernah berhenti mengajak saya kembali, bahkan menanyakan hal terakhir, masih mau menikah dengan dia atau tidak? Tidak berapa lama dia mengatakan itu, saya mendengar dia sudah menikah dengan perempuan itu, hasil perselingkuhan dengan saya ketika kami berpacaraan. Hahahha...Saya ngakak lagi. Heran dengan kelabilannya. Tapi ya sudah, saya hormati keputusannya.
Saya kira cerita sudah usai begitu dia menikah. Saya pun sudah punya kekasih hati lain. Eh...ternyata dia malah lebih aktif menelpon saya. Permintaan facebook sampai sembilan kali saya tolak. Dari perkataan halus sampai perkataan kasar sudah saya upayakan agar dia tak perlu menelpon-nelpon lagi. Masa lalu ya masa lalu. Apalagi belakangan saya menyadari bahwa saya ternyata tidak benar-benar mencintainya, jadi apa lagi yang perlu dibicarakan? Dia bilang "Kangen ngobrol." Yiaaaaa...Saya ngakak lagi. Begitu saya membuka pintu masuk obrolan itu, dia akan terbelit pada pengkhianatan berulang. Kali ini jelas yang diakhianati istrinya, bukan? Saya pun ikut-ikutan mengkhianati istrinya. Hehehe. Benar, nggak? Sempat juga sih terlintas di kepalanya. Istrinya tahu tidak ya, kalau suaminya "gatel". :)
Dari pengalaman beberapa teman, dan hasil diskusi saya dengan pemuka agama, perselingkuhan terjadi bukan dengan orang baru. "Tapi 90 persen dengan mantan pacar," kata si pemuka agama yang sering konsultasi denga umatnya. Lha...kalau saya tidak mau berurusan dengan dia lagi, itu bukan karena saya masih sedih, tetapi menjaga agar pengkhianatan tak terulang. Saya juga merasa layak menjaga jarak berteman dengan dia, lelaki yang tak bisa memegang kata-katanya. Seseorang yang tak lagi memiliki kejujuran dalam dirinya, tak konsisten dengan ucapannya, dia sudah kehilangan segalanya.Harga dirinya. Dia memang hidup, tetapi sebenarnya dia sudah "mati". Kecuali dia mengubah hidupnya lebih baik.
By the way, permintaan pertemannya di facebook akhirnya saya terima lho. Hihihi. Tentu, saya berharap dia membaca tulisan ini juga. ;) Tapi kalau dia masih saja "gatel", menurut kalian, saya apakan orang seperti ini?
Yogyakarta, 15 Februari 2012.
Pukul 7.56
Ya dicuekin saja, nanti lama lama bosen sendiri dia.. coba aja :D
BalasHapusLha wisn bertahun-tahun ra bosen-bosen je. Lha wong sekitar beberpa bulan lalu aja masih telpon kok. Ngaku nama lah si B lah.
Hapuswalah2 lucu tenan klu mosok dikiro bom, oh si dia sih terus menghubungi toh (*tampang ngegosip*)
BalasHapusAncen kejadiannya gitu je. Lha masih menghubungi meskipun sudah berkurang. hehhehee.
Hapuswes wes bacalah http://mengoceh.blogspot.com/2011/12/clbk.html
BalasHapusberarti aku dan para pemuka agama kui sehati yo bu? hihihihihihi
weeehhhh...berati kowe sejajar karo pemuka agama no...hehehhe
Hapus