Kamis, 02 Februari 2012

Isaias Banyu Martani


Perkenalkan ini Te Lulit, ibumu membahasakan itu padamu.   Tante akan memanggilmu Isaias, Banyu, atau tole, pada tulisan ini selanjutnya. Umurmu baru  tujuh bulan pada 17 Januari nanti.   Pada usia ini,  cerita ibu, kamu sudah mampu mengambil empeng dot, meminum sendiri  gelas  juice, dan berguling-guling kesana kemari.  


Kamu  dilahirkan di  Rumah Sakit  PGI, Menteng, Jakarta,  17 Juli 2011 bersamaan dengan tempat bintang  sohor Indonesia Dian Sastro melahirkan. Kok ya kebetulan ya, sayang. Jangan-jangan  kamu nanti  ketularan tersohor.  Ah ya…sebagai intermezzo saja,  hari lahirmu hanya berselang  satu hari dengan seseorang yang pernah singgah di hati tante. Tante menyebutnya lelaki di bulan Juli.  Sekarang kami berteman dan saling menyemangati satu sama lain. Tidak lebih. Soal siapa dia, ibu pasti akan bercerita kepadamu suatu  nanti.


Kamu adalah sejarah panjang bagi tante, ibu, dan ayah.  Di cerita ini, kelak ketika kamu besar nanti dan kamu bisa membacanya, mungkin saja   akan menjadi  sekelumit catatan hidupmu. Hanya untuk mengetahui  sejarahnya saja. Tidak lebih, tidak kurang.  


Ayahmu Ignatius Kristanto adalah teman  Tante di Jakarta. Ibumu, Yoseptin Titin Pratiwi  adalah sahabat ibu juga.  Kami sama-sama dari universitas  yang sama di Kota Surabaya, meski berbeda jurusan.  Ibu  dan tante pernah satu kos.  Ibumu cantik sejak dulu dan  digandrungi banyak laki-laki. Kemana-mana selalu ada pria yang mengintai. Hahaha.  


Bukan berarti  persahabatan kami mulus, Banyu. Persahabatan kami juga kerap diwarnai  pertikaian, meski tak berpanjang-panjang. Mungkin awetnya persahabatan tante lantaran  kami menyadari bahwa  setiap manusia unik adanya. Tante punya kekurangan, demikian pula ibu.  Bukankah kita semua  membawa karakter  yang berbeda.  Pendek kata, kami berusaha tak menonjolkan kekurangan yang kami miliki.  


Suatu hari dalam sebuah penelitian  dimana Tante ada di dalamnya,  ayahmu datang ke Surabaya.   Tante mengenalkan   ibu pada ayah.  Ayahmu mungkin terpesona dengan  kerlingan  ibu yang menggoda itu hahahaha….seperti  yang tante punya, kata teman-teman lho.  Ayah  jatuh cinta pada  ibu. Tapi ibu belum. Kesabaran  ayah yang punya hati seluas samudera-lah yang kemudian membuat ibu luluh. Mereka pun berpacaran, meski sempat jarak jauh. Setelah berpacaran  sekitar  empat tahun, mereka memutuskan menikah.  Tante hadir di Lumajang, tempat  lahir ibumu.


Senang rasanya menyaksikan kebahagiaan  ayah dan ibu. Tahun berlalu.Tapi belum juga ada buah hati mereka.  Rasa-rasanya tante tidak pernah bertanya-tanya kenapa  ibu belum memiliki  bayi. Hingga suatu hari ibu bercerita kandungannya bermasalah. Bukan berarti ibu mandul (ah tante sebenarnya tidak suka sebutan mandul) tapi hanya perlu sedikit usaha. Usaha yang memerlukan kesabaran dan biaya besar tentu saja. 

Pada tahun ke-5 pernikahan, ibu memutuskan untuk serius mendapatkan buah hati. Tahun-tahun panjang penuh kesabaran itu ibu lalui. Karena Tante sudah pindah ke  Jogja, maka komunikasi hanya melalui teknologi. Dan beruntungnya  teknologi ini tak membuat kami jauh secara hati. Meski dalam banyak hal seperti saat ibu harus menjalani operasi untuk mendapatkanmu, tante tidak hadir di sana, tapi Tante hadir lewat doa. 


Ibu menjalani program inseminasi  buatan. Begini  penjelasan sederhana proses inseminasi buatan itu menurut cerita Ibu kepada Tante. Sel telur dimatangkan dulu. Setelah hari ke -13 setelah mens dicek pakai USG. Nah kalau ada yang matang, besoknya sperma diambil dan dimasukkan  ke rahim  pakai jarum panjang.  “Nggak nyaman banget," kata Ibu. 


Isaias sayang, hidup ini sungguh-sungguh misteri. Ada sebagian orang setengah mati mendapatkan bayi seperti ibu, tetapi di belahan yang lain ada orang tua yang harus membuang anaknya. Ada pula yang mematikan kehidupan sebelum mereka sempat menghirup mafas. Panti asuhan masih bertebaran dimana-mana. Tapi begitulah hidup, Banyu. Hidup ini pilihan. Memilih menjadi baik, atau memilih sebaliknya. Tante, ibu, dan ayah tentu berharap kamu memilih yang terbaik.


Setelah menunggu bertahun-tahun, kesabaran itupun membuahkan hasil. Suatu sore...saat tante sedang membaca buku, ibu menelpon Tante. "Nduk, aku hamil." Tante bengong beberapa saat. Mata tante berkaca-kaca. Gembira yang tak terlukiskan. Sembilan usia tahun pernikahan, dan lima tahun perjuangan pulang pergi ke rumah sakit, antri hingga tengah malam itu tak sia-sia. 


Karena Tante suka kembang api, Tante umpakan ledakan perasaan itu mirip kembang api. Dimuntahkan ke udara, dan ketika byaarrrrr  meledak,   api dengan aneka bentuk yang  mendatangkan  keindahan. Begitulah rasanya.   Kelak ketika dewasa kau akan bisa merasakan bahagia ayah, ibu, dan  Tante menyambut kehadiranmu. 


Namamu pun tersemat di pundakmu. Isaias Banyu Martani. Nama yang sangat romantis. Isaias  nama lain dari Nabi Yesaya yang dikenal sebagai nabi pengajar. Ibumu-lah yang memberikan nama itu. Sementara Banyu Martani berasal dari ayahmu. Banyu  artinya air. Martani  diambil dari  ki juru Martani, penasehat  kerajaan Mataram yang tersohor itu.  


Kata ibu dan ayah, Ki juru Martani juga disebut-sebut  Machiavellinya Jawa. Dia hidup sejaman dengan Machiavelli penemu trias politika. Martani juga berarti pencerah. Jadi Banyu Martani Air Pencerah. Jika digabungkan maka berarti, anak yang mengajarkan pencerahan. Seperti Sang Buddha. Ingatlah makna di balik  arti nama yang dtersanding  ke dalam dirimu. Jika kau berpijak dari nama itu saja, maka Tante yakin  kelak hidupmu  tak akan keluar dari  rel, kejahatan, keserakahan, kesombongan. 

Beberapa hari lalu, Tante mengunjungimu. Ayah dan ibu bekerja. Kau tidur. Tante agak kecewa. Jangan-jangan tak bisa menggendongmu. Kata suster, kau bisa tidur sejam-an. Di luar hujan. Sambil minum kopi, Tante memandangi hujan dari  pintu rumah Ibu. Romantis sekali. Ah...mungkin kau tahu Tante sungguh ingin menggendongmu. Belum setengah  jam kau sudah bangun. Suster bilang, kau akan menangis kalau digendong orang tak dikenal. 


foto terbaikmu karena sulit mendapat senyum semanis ini,


Kau tahu apa yang terjadi, ketika kau kugendong tak sedikitpun kau menangis.  Kau pasti ingat ketika masih di perut ibu, Tante sering menyapamu. Itu sebabnya kau tahu bahwa Tante bukan orang lain untukmu. Setelah kamu mengolet sebentar, Tante menggendongmu di pangkuan.  Kita berdua sama-sama menikmati hujan. Wow....tole...seperti tante kau juga suka hujan rupanya. Matamu terbelalak, seperti takjub. Senangnya....Dan berlatar hujan, Tante meminta suster memotret kita berdua. Hujan dalam kenangan bersama kau, Banyu Martani di Picardie, tempatmu yang sekarang semoga terus kau ingat. Seperti Tante mengingatnya dalam tulisan ini.


Yogyakarta, 3 Februari 2012.


Pukul  12.49.

9 komentar:

  1. dan air mata ibu pun berlelehan membaca tulisan ini.... love you. terbekatilah hari ketika ibu mengenal te lulit

    BalasHapus
  2. Dan airmataku juga.... Isaias,kamu salah satu bayi paling beruntung yang kukenal...karena kehadiranmu yang didamba dengan cinta...semoga kamu menjadi pelita hati ketiga orangtuamu....Ya,tiga.karena te Lulit adalah ibumu juga,yang ikut mengandungmu dalam hati dan doa...aamiin ya Rab...

    BalasHapus
  3. Sik2, urung moco

    ternyata si Mbak di sini tho? :D
    empe apa kabar? :D

    BalasHapus
  4. Subhanallah... ini cerita temen Mbak Rurit? Luar biasa persahabatannya...

    Salam kenal, yah, Mbak #halagh, jitak si Anaz :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibu @ aku juga menulisnya sembari menitikkan air mata. Terbekatilah pertemuan kita ya nduk

      Ray@ jadi terharu

      Anaz@ hehehe....iya. saling mengunjungi blog ya...peace

      Hapus
    2. foto yang sama te lulit manis banget ya ketawanya tole>>>

      Hapus
    3. Hooh....itu dari puluhan yang kejepret. cuma itu doang yang ketawa hahaha. dan manis betul oi..

      Hapus
    4. waaah dah ga masuk trending topic..hayoo dibuka-buka lagi...

      Hapus
  5. mas Cacas.. cerita yang sangat menarik. semoga kau nanti jadi orang yang pandai, berwawasan luas dan mempunyai visi jauh ke depan, seperti ki Juru Martani, sahabat Sultan Hadiwijaya.
    aku.. Thomas-yangcukup percaya-

    BalasHapus