Senin, 02 Juli 2012

Lutfi Menikah

Seorang sahabat menikah. Lutfi namanya. Dia teman sekos saya kala di Jogja. Teman bobo bareng, makan bareng, main bareng, dan dongggg....dandan bareng. Rumahnya di Sidareja, sejam dari Cilacap kalau  jalanan normal. Lantaran ada perbaikan jalan, perjalanan molor jadi dua jam. Jarak Jogja-Cilacap  dengan kendaraan sendiri mencapai 5 jam. Apes memang karena di Kebumen, juga sedang perbaikan jalan. Total perjalanan yang saya tempuh tujuh jam. 

Berangkat umun-umun sekitar pukul 5.30 saya tentu bersemangat sekali. Membayangkan, seperti apa ya kalau dia menikah? Penasaran. Umur Upichan, saya biasa memanggilnya begitu, jauh di bawah saya. Meski begitu, dia juga memanggil nama saya tanpa embel-embel "mbak". Entah kenapa, saya suka betul dan merasa nyaman. Memang dia memanggil nama kesayangan saya "Yuyiiit". Dengan panggilan itu kami  merasa  setara tanpa ada diskriminasi usia. Usia tua kadang-kadang mengintimidasi saya jika berhadapan dengan mereka yang jauh lebih muda. Hehe.


Perkenalan kami yang sesungguhnya  cukup unik. Kami sama-sama satu kos meski tanpa janjian. Dia wartawan sama seperti saya tapi belum kenal satu sama lain. Dia kaget satu kos dengan saya dan sudah kadung menerima informasi bahwa saya sombong. Hihihi. Jadi selama enam bulan itu, baik saya dan dia sama-sama cuma ber-hai-hai tanpa pernah ngobrol bareng. Basa basi banget. Tapi waktu tidak pernah berdusta. Alam semesta mempertemukan kami pada buku dan film. 


Di sebuah sore, kami berpapasan di gang kos dan mengobrol-lah kami tentang sebuah buku.  Saya cukup terkejut semuda dia referensi buku dan filmnyanya banyak. Jadi nyambung deh.  Dari diskusi buku dan film ini, pertemanan kami menjalar kemana-mana. Nonton bareng,  belanja bareng, macak (dandan) bareng, sampai mendengarkan Ebiet G Ade bareng. 




Kesukaan kami juga nyaris sama. Misalnya, kami berdua sama-sama suka coklat sore-sore atau nge-teh di pagi hari berteman lagu Ebiet G Ade. Pernah lho suatu sore hujan turun rintik-rintik, lagu Ebiet mengalun, berteman  coklat, kami berdua sama-sama diaaamm. Lama sekali. Terus...ketika kami sama-sama membuka mulut nyerocos memuji syair Ebiet yang begitu dahsyat. Dan menyerempet ke soal lelaki yang tak kunjung jua kami temukan. Setelah itu kami berdua tertawa  lepas. Saya rasa, itulah momen indah pertemanan kami berdua selama hampir dua tahun kos bersama.

Karena saya suka memasak, sementara dia tidak, maka dia yang menjadi "korban" icip-icip masakan saya. Saya punya menu yang katanya dia suka. Martabak mie keju. Jadilah menu itu trademark" di kos. Itu menu makanan yang saya karang-karang sendiri. Tapi kok ya enak ya? Hihihihi.

Dari semua persamaan makanan, buku,dan film, saya mengenal pribadinya yang lucu. Mungkin begitu juga dia menilai saya. Alhasil, ketika bersama,  kami lebih banyak tertawa.  Tapi kami juga sama-sama naif, kadang-kadang. Terutama bicara soal laki-laki. Hingga saya tahu kemudian, setahun setelah berpisah, dia menjadi wartawan The Jakarta Post di Jakarta, dia tak lagi naif soal laki-laki. Dia lebih maju dari saya dalam hal laki-laki. Dia berani memilih lelaki pilihannya untuk berbagi bersama, sementara saya tidak. Saya masih menulis, dan saya masih sendiri. Tapi saya rasa,  sama menyenangkannya dengan pilihannya untuk  menikah.  


Entahlah, apakah kami kelak masih bisa traveling bareng meski dia sudah punya momongan atau suami.  Atau   masihkah kami bisa tidur bersama ngobrol sampai pagi untuk berbagi cerita tentang persahabatan. Saya sadar kemungkinan ini akan kecil lantaran dia kini punya label "milik orang lain." Cuma waktu yang bisa menjawabnya. So...Selamat menjadi bagian dari "penjara kecil" yang semoga bisa membahagiakanmu, Upichan. Bahagia melihatmu berani memilih Yudhi, sebagai bagian dari hidupmu.  




Yogyakarta, 2 Juli 2012 


Pukul 20.02





Dan kini dia sudah milik orang lain.

2 komentar: