Selasa, 03 April 2012

Seperti Sebatang Pohon di Tengah Hutan

Tanpa batin yang diam, kebaikan yang sesungguhnya tidak akan mekar dan kejahatan terus tumbuh seperti pohon berduri. Sebaliknya, batin yang diam memungkinkan energy kejahatan terpatahkan dan kebaikan yang sesungguhnya menjadi mekar. Kapankah batin harus sungguh-sungguh diam?

Ketika muncul dorongan atau tekanan dalam batin,
 
Berupa nafsu keinginan untuk dipuaskan,

Janganlah bertindak apa-apa.

Diam, janganlah bicara,

Seperti sebatang pohon di tengah hutan.



Ketika muncul dorongan atau tekanan dalam batin,

Berupa api kebencian untuk dilampiaskan,

Janganlah bertindak apa-apa.

Diam, janganlah bicara,

Seperti sebatang pohon di tengah hutan.



Ketika muncul dorongan untuk mencari pujian,

Atau keinginan untuk mencela, merendahkan atau merugikan orang lain

Atau keinginan untuk menggunakan kata-kata kasar, mencari-cari perkara untuk berkelahi,

Diam, janganlah bicara,

Seperti sebatang pohon di tengah hutan.



Ketika batin menjadi kacau atau liar karena kepentingan diri,

Atau dipenuhi kesombongan dan keangkuhan,

Atau dipenuhi rasa rendah diri, cemburu, dan iri hati,

Ketika ada keinginan untuk mengorek-orek kesalahan orang lain yang tersembunyi,

Atau keinginan untuk mengungkit pertikaian lama atau berkata dusta,

Pada saat itu, haruslah diam,

Seperti sebatang pohon di tengah hutan.


Lihatlah sebatang pohon di tengah hutan. Ia tetap diam tak bergeming meski diterpa angin sepoi-sepoi di malam hari atau di pagi dini hari. Ia tetap diam tak bergeming meski digoncang angin badai berhari-hari. Ia tetap diam tak bergeming meski diguyur hujan atau dibakar panas setiap hari. Batin yang diam seperti sebatang pohon di tengah hutan adalah batin yang tidak terprovokasi oleh nafsu keinginan, kebencian, dan kepentingan diri.
Mematahkan Kejahatan, Memupuk Kebaikan oleh J. Sudrijanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar