Mengenal Meditasi Tanpa Obyek Tanggal 17-19 pekan lalu, saya mengikuti retret meditasi tanpa obyek (MTO) yang dibimbing Romo Sudrijanta Johanes. Ada sekitar 25 peserta dari Jakarta, Cirebon, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta. Berlokasi di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, kami masuk dalam keheningan. Jika sebelumnya saya mengikuti retret dengan rohaniwan Budha, maka kini pembimbing berlatar belakang Katolik. Meski demikian, semua agama apapun bisa mengikuti meditasi ini. Apa itu Meditasi Tanpa Obyek? Meditasi tanpa obyek adalah meditasi tanpa tujuan apapun selain sadar dari saat ke saat. Tidak ada teknik atau metode untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak membutuhkan kehadiran guru, dan tidak membawa resiko atau bahaya apapun. Jika dalam meditasi obyek maish dipengaruhi doktrin, kepercayaan, atau konsep-konsep teologis, filosofis, atau metafisika yang dibatinkan dalam diri si pemeditasi, maka meditasi tanpa obyek bebas dari doktrin, bebas dari kepercayaan, bebas dari konsep-konsep. Maka tak jarang, banyak peserta meditasi yang kebingungan ketika pembimbing rohani menjawab pertanyaan yang menurut mereka "menyimpang" dari doktrin yang sudah mereka yakini sebelumnya. Contoh dialog dalam meditasi. Romo Sudri: Yesus itu menderita nggak? Peserta : Iya. Romo Sudri : Kalau Yesus menderita apa dia bisa mencinta? Orang yang menderita tidak akan bisa mencinta. Secara fisik dia memang menderita. Tapi dia tidak menderita karena sudah menjadi Kristus yang bebas. Peserta: Jadi kalau Yesus itu memanggul salib untuk dosa-dosa kita itu bagaimana? Romo Sudri: Itu konsep. Sebagian peserta bengong. Dalam meditasi dengan obyek seperti kata-kata, mantra-mantra, pernafasan, mengumpulkan dan memiliki pengalaman merupakan hal yang amat penting. Dalam meditasi tanpa obyek tidak ada yang lebih penting daripada kemampuan melihat ke dalam kejernihan batin. Nah, untuk melihat dalam kejernihan, pengalaman, pengetahuan, kepercayaan seringkali menjadi latar penyaring dalam melihat yang justru menjadi perintang utama. Terang atau kejernihan melihat segala sesuatu membuat batin terbebaskan dari apa saja yang dilihat. Batin yang bebas dari keterkondisian adalah batin yang hening, murni, suci, religius, dan batin yang hening, mampu melihat kebenaran sejati. (buku Titik Hening, karangan Sudrijanta Johanes) Jadi apa yang kita lakukan selama meditasi itu. Menyadari gerak batin itu sendiri hingga berhenti seluruhnya. Dalam kesadaran pikiran selalu ada obyek dan subyek. Dalam keelingan, subyek atau si aku yang sadar tidak ada. Yang ada hanya obyek-obyek. Karena si subyek atau aku tidak ada maka obyek tidak lagi di sebut obyek tetapi cukup disebut apa adanya. Tantangan dalam meditasi hanyalah pikiran dan aku, bukan dari luar. Tentu masih banyak hal yang belum terjelaskan di sini. Maka jika ada yang tertarik mendalami meditasi tanpa obyek yang sama dengan meditasi mengenal diri dikembangkan oleh Hudoyo Hupudio, silahkan mengunjungi http://meditativestate.wordpress.com/ dan http://www.facebook.com/pages/MMD-Meditasi-Mengenal-Diri/112080885544108.Tulisan soal meditasi juga dapat ditemukan di blog ini berjudul Para Pencari Keheningan (bagian 1). |
Selasa, 21 Februari 2012
Para Pencari Keheningan (bagian 2)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wow.. jd kangen sama romo sudri..
BalasHapushallo ini goresankalbu siapa ya?
Hapusnah akhirnya ada yg mem valid kan pendapatku bahwa Yesus tidak menderita, selama ini aku dibilang berdarah dingin jew dengan pendapatku itu hihihihihi
BalasHapusAyu@ hihihihi. selama ini yang mengartikan secara fisiknya aja kali. Nggak secara batin :)Kayak orang menganggapku mencibir karena melihat orang bahagia. padahal bahagia dan sedih podo wae sumber penderitaan. piye penjelasane? yo golek dewa, mengalami dewe.
Hapus