Selasa, 21 Februari 2012

Para Pencari Keheningan (bagian 2)

Mengenal Meditasi Tanpa Obyek

Tanggal 17-19 pekan lalu, saya mengikuti retret meditasi tanpa obyek (MTO) yang dibimbing Romo Sudrijanta Johanes. Ada sekitar 25 peserta dari Jakarta, Cirebon, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta.  Berlokasi di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, kami masuk dalam keheningan. Jika sebelumnya saya mengikuti  retret dengan rohaniwan Budha, maka kini pembimbing berlatar belakang Katolik. Meski demikian, semua agama apapun bisa mengikuti meditasi ini.


Apa itu Meditasi Tanpa Obyek?

Meditasi tanpa obyek adalah meditasi tanpa tujuan apapun selain sadar dari saat ke saat. Tidak ada  teknik atau metode untuk mencapai tujuan  tersebut. Tidak membutuhkan kehadiran guru, dan tidak membawa   resiko atau bahaya apapun.

Jika dalam meditasi obyek maish dipengaruhi  doktrin, kepercayaan, atau konsep-konsep teologis, filosofis, atau metafisika yang dibatinkan dalam diri si pemeditasi, maka meditasi tanpa obyek bebas dari doktrin, bebas dari kepercayaan, bebas dari konsep-konsep.


Maka tak jarang, banyak peserta meditasi yang kebingungan ketika pembimbing rohani menjawab pertanyaan yang menurut mereka "menyimpang" dari  doktrin yang sudah mereka yakini sebelumnya. Contoh dialog dalam meditasi.


Romo Sudri: Yesus itu menderita nggak?
Peserta : Iya.

Romo Sudri : Kalau Yesus menderita apa dia bisa mencinta? Orang yang menderita tidak akan bisa mencinta. Secara fisik dia memang menderita. Tapi dia tidak menderita karena sudah menjadi Kristus yang bebas.

Peserta: Jadi kalau  Yesus itu memanggul salib untuk dosa-dosa kita itu bagaimana?
Romo Sudri: Itu konsep.

Sebagian  peserta bengong.


Dalam meditasi dengan obyek seperti kata-kata, mantra-mantra, pernafasan, mengumpulkan dan memiliki pengalaman  merupakan hal yang amat penting.  Dalam meditasi tanpa obyek  tidak ada yang lebih penting  daripada kemampuan  melihat ke dalam kejernihan batin. Nah, untuk melihat dalam kejernihan, pengalaman, pengetahuan, kepercayaan seringkali menjadi latar penyaring dalam melihat yang justru menjadi perintang utama. Terang atau kejernihan  melihat segala sesuatu membuat batin terbebaskan dari apa saja yang dilihat. Batin yang bebas dari keterkondisian adalah batin yang hening, murni, suci, religius, dan batin yang  hening, mampu melihat kebenaran sejati. (buku Titik Hening, karangan Sudrijanta Johanes)


Jadi apa yang kita lakukan selama meditasi itu. Menyadari gerak batin itu sendiri hingga berhenti seluruhnya. Dalam kesadaran pikiran selalu ada obyek dan subyek. Dalam keelingan, subyek atau si aku yang sadar  tidak ada. Yang ada hanya obyek-obyek. Karena si subyek atau aku tidak ada maka obyek tidak lagi di sebut obyek tetapi cukup  disebut apa adanya. Tantangan dalam meditasi hanyalah pikiran dan aku, bukan dari luar.



Tentu masih banyak hal yang belum terjelaskan di sini. Maka jika ada yang tertarik mendalami meditasi tanpa obyek  yang sama dengan meditasi mengenal diri dikembangkan oleh Hudoyo Hupudio, silahkan mengunjungi  http://meditativestate.wordpress.com/ dan

4 komentar:

  1. nah akhirnya ada yg mem valid kan pendapatku bahwa Yesus tidak menderita, selama ini aku dibilang berdarah dingin jew dengan pendapatku itu hihihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. tjapoenk.blogspot.com23 Februari 2012 pukul 16.17

      Ayu@ hihihihi. selama ini yang mengartikan secara fisiknya aja kali. Nggak secara batin :)Kayak orang menganggapku mencibir karena melihat orang bahagia. padahal bahagia dan sedih podo wae sumber penderitaan. piye penjelasane? yo golek dewa, mengalami dewe.

      Hapus