Sabtu, 28 April 2012

Rumah Nyeni Ine Febriyanti (bagian II)

joglo di tengah-tengah
Mengapa topik Rumah menarik hati saya? Ini setelah  mengunjungi rumah sahabat saya, Ine Febriyanti. Seperti yang pernah saya ceritakan, selalu ada yang dibawa pulang jika  berkunjung ke rumah saudara atau sahabat. Begitu mengunjungi rumahnya yang asri, teduh, dan hijau, saya menyadari bahwa rumah merupakan beranda jiwa bagi pemiliknya.


Berlokasi di Jagakarsa, Jakarta Selatan, kawasan ini paling "manusiawi" ketimbang kawasan Jakarta lainnya.Tidak usah saya ceritakan mengapa saya sampai harus menyebut  soal manusiawi atau bukan. Sebagian sudut  Jakarta  sesak, macet, sibuk, nyaris tak pernah "tidur". Meski saya pernah menetap di Jakarta tujuh tahun lalu, adaptasi tubuh  ini rupanya  tak mudah. Hari pertama, gempor tubuh ini  berjibaku dengan kemacetan.  Dikepung kemacetan setiap hari, berkawan akrab dengan polusi udara, bisa dibayangkan, jika rumah tak diciptakan seasri mungkin, tinggal di Jakarta pastilah seperti tinggal di neraka. 


meniti tali, bermain sepanjang hari
Maka, ketika ke sekian kalinya berada di rumah Ine bersama tiga anaknya itu, sungguh menyediakan kedamaian, rindang, tidak sumpek lantaran sang pemilik rumah "patuh" menyediakan lahan terbuka 30 persen dari total luas tanah. Pemerintah Jakarta Selatan mensyaratkan, bangunan yang dibangun harus menyediakan sekurang-kurangnya 30 persen dari seluruh luas lahan tanah.


Sama seperti rumah  Tante Nelly  yang menyediakan lahan terbuka, begitu pula rumah Ine. Lahan kosong inilah yang dijadikan tempat bermain putera puterinya,  Fa, zyein, dan amanina bermain ayunan, meniti tali. Joglo yang luas dan rumah adat mini juga menjadi tempat pilihan lain bermain sang buah hati.  Selain menyediakan lahan bermain, Ine  juga menanami pohon kayu putih, cemara,  dan tanaman pengusir nyamuk yang memberi manfaat bagi seluruh penghuninya.


Rumah bagi Ine, mewakili rasa seni dalam diri dan sang suami. Sebagian  besar rumah itu dipersembahkan sang suami, Yudi Datau yang mengelana ke seluruh penjuru Nusantara. Di seluruh Nusantara inilah dia menemukan jendela, kusen, lantai ala jaman Belanda dan dipindah ke rumah   idaman mereka berdua. Jadilah joglo, rumah lampung, paviliun ala rumah Belanda yang shampir keseluruhannya  berbau nusantara dan ratusan tahun usianya. Tak cuma menawarkan rindang dan asri, rumah ini juga memberi oase  seni bagi keluarga dan tamu-tamu yang mengunjungi rumahnya.


Saya sendiri paling senang menikmati  pagi dan senja dengan secangkir teh bersama di beranda pavilun. Dari sudut ini semua pandangan menembus semua sudut rumah.  Kami bercerita tentang impian-impian, saling bertukar pikiran tentang meditasi, karya-karya mesti pekerjaan yang kami geluti sungguh berbeda.  Kami nyaris tak ingin membuang waktu untuk hal-hal yang tak perlu, bergosip, misalnya.






nge-teh bersama, momen  paling indah di sini
Angin sepoi-sepoi, burung berkicau, pohon  rambutan dan terong belanda yang rindang membuat rumah begitu teduh, kadang-kadang membawa kami berdua membisu. Tak berkata apa-apa hanya menikmati kedamaian di sekeliling kami. Aih...indah sekali rasanya, kawan.


Kami berdua dipertemukan, mungkin salah satunya karena sama-sama penikmat kehidupan. Dari rumah yang punya roh inilah, kami selalu berharap, selalu lahir karya-karya yang tidak hanya bermanfaat untuk kami, tetapi juga semua makhluk di bumi. Terakhir, dari kunjungan ini pula, saya berjanji pada diri sendiri, jika membangun rumah, secukupnya saja. Memberi kesempatan bumi ini untuk bernafas lega, tak ada salahnya di mulai dari dalam diri.


Tangerang, 29 Januari 2012

Pukul 21.05


9 komentar:

  1. wah.. hijau... paporitku.. hehehe.. keren sekali.. joglo itu bisa untuk "menyepi",,, :D

    BalasHapus
  2. "Kami nyaris tak ingin membuang waktu untuk hal-hal yang tak perlu, bergosip, misalnya."

    yang bo'ong mba? hehehe.

    BalasHapus
  3. haneee@ yooiiii....eunak buat meditasi pisan hihih.

    henry@ nek nggosip mung kato henry karena mas mu sing paling ngganteng sak politbiro kae lo hehhehehe

    BalasHapus
  4. wah rumah-e ine adem banget klu, asyik y ono titian tali-ne

    BalasHapus
    Balasan
    1. hooh. bersahaja. ramah lingkungan, dan pro alam. liat mereka meniti tali dari ujuung ke ujung ngiri euy nek aku wis tibo terus kuwi

      Hapus
    2. amanina tetep dgn boots kerennya...

      Hapus
  5. Wah, rumahnya enak banget...
    apalagi di Jakarta
    bisa lepas dari penat..

    eh, salam dong buat dia...
    dulu pernah mau buat acara dan mengundang dirinya
    tapi sayang lagi hamil...
    he.he.h.e.h

    salam hangat Mbak rurit...

    BalasHapus
  6. Mama Isaias@ keren dan cantik dong...:)

    bung Odi@ ijo royo royo bung menentramkan hati...si pemilik ndak kemaruk ngabisin lahan. semoga doi baca ini ya

    BalasHapus
  7. Lohh....
    aku ngomentari komentator aja ahh..
    ternyata nemu Kang Odi juga disiniiii...

    :P

    BalasHapus