Rabu, 14 Desember 2011

Tentang "Musuh"

Beberapa hari ini saya tergelitik dengan kata musuh. Entah musuh dalam selimut, musuh boongan, atau musuh beneran. Siapa yang pernah musuhan? Atau kalaupun bukan musuh siapa yang pernah tidak disukai orng entah tanpa sebab atau karena alasan tertentu? Kalau belum saya acungi jempol. Seringkali musuh dianggap duri dalam daging. Kita bisa tidak nyenyak tidur, memikirkan perkataan-perkataannya atau sesuatu yang dilakukannya. Atau bisa pula ingin balas dendam karena tak terima dengan yang mereka lakukan. Padahal musuh atau orang yang tak menyukai kita, bukan tak berperan untuk penyadaran batin kita lo.



Saya teringat, ketika dai kondang Aa Gym ketika masih ngetop, memberi siraman rohani di salah satu televisi nasional. Topiknya tentang musuh. Terus terang saya masih ingat dengan baik siraman rohani yang cuma berlangsung beberapa menit saja dan ingin saya bagikan di sini. Mungkin tak persis sama, karena saya menggunakan bahasa saya sendiri dan beberapa hal memberikan penambahan di sana sini tanpa mengurangi maksud dan tujuannya.



Dalam siraman rohani itu, dia menyampaikan kita pasti akan berhadapan dengan musuh atau orang yang tidak menyukai kita. Tentu musuh atau orang yang tidak menyukai itu akan melontarkan hal-hal buruk tentang kita ketika berinteraksi dengan mereka. Pasti, kita akan sakit hati ketika mendengarnya. Padahal, menurut Aa Gym, pernyataan, ucapan, lontaran musuh atau orang yang tidak menyukai kita tak selamanya jelek bagi penyadaran diri kita. Mengapa? Karena, orang yang paling jujur menilai kepribadian kita apa adanya, justru biasanya musuh atau orang yang tidak menyukai kita.



Kalau kita punya sahabat, apalagi seiring senada, cenderung sungkan, enggan terus terang, mengatakan apa adanya tentang kita. Umumnya mereka hanya mengatakan hal yang baik-baik saja tentang kita. Bahkan kerapkali ketika jalan kita melenceng pun, dibiarkan saja. Tanpa disadari persahabatan yang tak jujur justru menjerumuskan sahabatnya ke dalam jurang kehancuran.



Seorang musuh atau orang yang tidak menyukai kita karena merasa benci, sebal, dendam, pada kita, maka cenderung akan melontarkan kekurangan-kekurangan kita. Semua yang jelek tentang kita dimuntahkan seperti peluru.

Biasanya begitu sang musuh mengatakan sesuatu tentang kita, maka kita akan marah dan berupaya membalas. Itu manusiawi. Tetapi jika kita merenungkan dan menyadari kembali ucapan musuh tadi, bisa jadi marah kita akan tertunda. Jangan-jangan apa yang mereka sampaikan ada benarnya.



Nah, kadang-kadang peran "musuh" memang dibutuhkan, untuk meneliti batin kita kembali dan mengajak kita masuk ke dalam diri. Bukankah kita seringkali sibuk dengan orang lain, bukannya diri kita? Benarkah yang mereka sampaikan itu? Karena bukankah kita dalam interaksi dengan orang lain kerapkali tidak menyadari batin kita bermasalah dan merugikan orang lain tanpa kita sadari?



Dengan keikhlasan, rendah hati, serta menyadari batin inilah, maka justru suatu saat kita akan merasa berterimakasih dengan "musuh" atau seseorang yang tidak menyukai kita karena telah memberikan penilaian tentang kita jujur, apa adanya. Justru penilaian jujur itu bukan dari sahabat yang kita sayangi. Musuh atau orang yang tak menyukai kita, selalu ada untuk menjaga terus kesadaran kita yang kerap kali "bablas". Melalui salah satu "musuh" inilah "eling" atau sadar itu bersama kita. Sehingga ketika tercerahkan, kita tak lagi menganggap musuh sebagai "musuh". Salam sadar setiap setiap.



Semoga bermanfaat untuk saya dan teman-teman.





Yogyakarta, 19 November 2011

2 komentar:

  1. Mencoba meyimak kata demi kalimat berlanjut paragraf demi makna.....

    #merenunginya
    Thanks tuk sharingeee...

    BalasHapus