Shukoi, secara pribadi membuka mata saya tentang sebuah profesi langka. Tiga ahli antropolog forensik yang cuma dimiliki Indonesia sangatlah minim. Semoga saja tulisan ini mengetuk pintu bagi putra putri Indonesia untuk berkecimpung disana.
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/28/173406574/Kisah-Pengumpul-Puzzle-Jenazah-Korban-Sukhoi
Kamis, 31 Mei 2012
Rabu, 30 Mei 2012
Miss Untung

Keberuntungan saya yang paling kentara dan kerap terjadi adalah mendapat tiket murah dan selalu memerolehnya dalam situasi sulit apapun. Karena kerap traveling dan selalu dadakan, maka nyaris pembelian tiket di limited edition alias pada hari H. Kalau hari biasa sih, oke-oke saja. Tapi hari besar Lebaran, Natal, dan liburan sekolah. Alamak, mana tahan. Susah banget. Sebenarnya dengan kartu pers sedikit memberi peluang saya mendapatkan tiket. Tapi mana mau saya. Hiii seram.
Nah, triknya biar dapet tiket, datang pada hari keberangkatan. Saya nyaris tak pernah gagal mendapatan tiket, liburan padat sekalipun. Tapi sejak sistem online seperti sekarang ini memeroleh tiket kereta api makin ajaib. Kayak kita berjudi. Mengandalkan keberuntungan. Seperti dua pekan lalu. Saya antri setengah jam sebelum keberangkatan. Petugas bilang tiket habis. Waks...saya pucat. Pasalnya esok paginya, saya mesti ke luar negeri. Tiket pesawat sudah di tangan. Gimana dong. Saya rundingan dengan keponakan yang mengantar. Paling pahit, saya naik kereta tengah malam.
Iseng-iseng...saya kembali lagi. Tapi pemesanan di loket sebelahnya. Eh...ada lho. "Tinggal satu tiket eksekutif," ujarnya. Ajaib, kan. Selamatlah saya. Keberuntungan menyertaiku :)
Naik pesawat terbang juga ada triknya. Kalau jauh-jauh hari pesan memang lebih murah pada saat sekaraang. Tapi beberapa tahun lalu nggak begitu. Pernah kakak saya dan teman pesen pada hari yang sama. Dengan jam dan tujuan yang sama mereka memeroleh tiket lebih mahal, berbeda sampai ratusan ribu. Hahaha. Tapi gara-gara keberuntungan itu, keluarga jadi menyerahkan urusan pertiketan kepada saya. Hiks hiks...
Keberuntungan lain, soal mengejar nara sumber. Entah kenapa untuk urusan ini saya mendapat banyak sekali keberuntungan. Saking banyaknya, sampai saat menulis ini jadi lupa. Tapi begini, hal yang paling saya ingat adalah ketika beberapa kali saya telat datang ke acara. Teman-teman wartawan lain sudah pulang, tapi acara belum kelar. Manyun deh saya. Sendirian. Tolah toleh. Kayak anak ayam kehilangan induknya.
Tapi kantor kami jelas tak membolehkan kloning (minta berita dari wartawan lain). Terpaksa, saya menunggu nara sumber yang sudah ngendon di kantor. Eh di tengah-tengah menunggu acara itu, ada narasumber yang paling ditunggu informasinya datang ke kantor itu. Misalnya kepala BIN (Badan Intelijen Negara, Panglima TNI atau orang yang sedang berkasus saat itu seperti Mulyana W Kusuma. Weittss...tergopoh-gopoh saya mengacungkan tape dan mewawancarai ini itu. Besoknya, headline deh karena cuma saya sendiri yang mendapat informasi itu...Hahahhaa....Manyun berbuah keberuntungan.
Keberuntungan lain yang bikin teman-teman lain "ngiri" adalah dapat mendapat doorprize dan hadiah. Untuk urusan satu ini, entah kenapa jidat saya seperti ditempeli "penerima doorprize" Hehehe. Mengapa saya bilang beruntung untuk urusan ini? Saya punya saudara dan banyak teman yang jangankan jam tangan,kamera, televisi, kulkas, mendapat kaos pun tidak pernah kebagian. Dia bercerita, kantornya pernah ulang tahun. Hadiah bejibun mulai dari motor, voucher menginap di hotel, kulkas, kamera. "Saking banyaknya hadiah, peluaag orang untuk mendapat satu banding satu,"katanya. Saking ingin memeroleh hadiah dia sampai merapal "mantra" dari rumah. Dia memang dapat, tetapi cuma pulsa Rp 50.000. Dia pun mencak-mencak. Hihihi.
Nah, apa yang saya dapat? Memang sih mobil dan rumah belum. Ohhhh...semoga suatu saat nanti saya mendapatkannya. Tapi puyeng bayar pajaknya nggak ya? Dari kamera, jam tangan, voucher sampai kulkas pernah saya dapatkan. Tapi ada nggak enaknya juga llho mendapat doorprize barang besar. Ketika orang sudah pamitan pulang dan melenggang kangkung...saya disibukkan diri cari angkutan bawa doorprize pulang. Hiks...
Saya mengaku tak memiliki keistimmewaan lebih. Otak biasa-biasa saja, kekayaan biasa-biasa aja malah masuk kategori miskin hihihi. Satu-satunya keistimewaan yang saya miliki ya selalu memeroleh keberuntungan dan mendapat banyak keajaiban setiap hari. Tentu tidak menggantungkan diri pada keajaiban dan keberuntungan semata. Itu namanya bunuh diri. Biasanya begitu saya bangun pagi, meditasi, membuka pintu kamar, saya pandangi seluruh alam semesta. Saya berucap. Beruntungnya saya setiap hari. Sungguh hidup yang saya syukuri
Yogyakarta, 31 Mei 2012
Senin, 21 Mei 2012
Nongkrong
Nongkrong itu paling asyik buat saya. Bisa nggambleh sejontor-jontornya. Obrolan mulai dari membicarakan kehebatan teman juga diri sendiri pastinya :) Tapi porsi terbanyak biasanya pastilah membicarakan diri sendiri. Aku begini, aku begitu. Masa sekolah dan masa kuliah, banyak saya habiskan dengan nongkrong. Nggambleh sampai dini hari. Tentu saya tak menyesal waktu itu.
Tapi kini berbeda. Saya termasuk orang yang pemilih kalau nongkrong. Biasanya saya bersedia, jika ada tugas liputan atau karena kami memiliki kesamaan visi, membuat karya. Ketika nongkrong pun, saya bisa 90 persen menjadi pendengar, bisa 90 persen mendominasi pembicaraan. Bisa pula 50-50. Begitu pulang, saya evaluasi. Pertemuan berikutnya keadaan bisa berbalik dari sebelumnya yang terjadi.
Nongkrong kalau cuma nggambleh benar-benar saya kurangi. Sekali dua kali sudah cukup. Kalau berlebihan, saya melekat dan akan terus tinggal bersamanya, segera saya sadari. Saya akan menarik diri dulu. Menetralisirnya. Bukan karena saya tak cocok dengan teman nongkrong atau tak suka karakter orang itu. Sama sekali bukan. Sesuatu yang nyaman dan enak itu membuat kita melekat dan terseret di dalamnya. Kalau sudah begitu, saya akan sulit mengawalinya kembali, menziarahi batin. Bukankah batin yang membebaskan itu membuat kita lepas dari penderitaan?
Tapi kini berbeda. Saya termasuk orang yang pemilih kalau nongkrong. Biasanya saya bersedia, jika ada tugas liputan atau karena kami memiliki kesamaan visi, membuat karya. Ketika nongkrong pun, saya bisa 90 persen menjadi pendengar, bisa 90 persen mendominasi pembicaraan. Bisa pula 50-50. Begitu pulang, saya evaluasi. Pertemuan berikutnya keadaan bisa berbalik dari sebelumnya yang terjadi.
Nongkrong kalau cuma nggambleh benar-benar saya kurangi. Sekali dua kali sudah cukup. Kalau berlebihan, saya melekat dan akan terus tinggal bersamanya, segera saya sadari. Saya akan menarik diri dulu. Menetralisirnya. Bukan karena saya tak cocok dengan teman nongkrong atau tak suka karakter orang itu. Sama sekali bukan. Sesuatu yang nyaman dan enak itu membuat kita melekat dan terseret di dalamnya. Kalau sudah begitu, saya akan sulit mengawalinya kembali, menziarahi batin. Bukankah batin yang membebaskan itu membuat kita lepas dari penderitaan?
Minggu, 20 Mei 2012
Punya Teman Berolahraga
Pagi saya hari ini lebih bergairah. Saya jogging kembali. Yihaaa...Maksudnya dengan jarak yang cukup jauh. Keliling kampung. Tahun-tahun sebelumnya saya rajin berjogging. Setiap pagi 1-2 jam. Tidak pernah sakit dan tubuh benar-benar terjaga staminanya.Jogging berhenti karena orang mabuk menabrak saya dari belakang. Saya tidak bisa beraktifitas selama enam bulan.
Teman baru saya berolahraga, Ela, baru pindah kos. Dia senang olahraga. Wah saya juga. Cuma kadang sering kena penyakit males karena tiada teman. Padahal dulunya juga sendiri. Jadinya saya lebih suka bergerak-gerakdi beranda tempat tinggal saya. Tapi manalah berkeringat? sambilmenggerak-gerakkan tubuh, kami bikin jadwal olahraga. Ini jadwalnya.
Senin : jogging
Selasa: renang
Rabu :senam
Kamis dan seterusnya mengikuti jadwal sebelumnya.
Jadi mulai hari ini pagi saya bertambah aktivitas. Bangun-meditasi-olahraga
Sehat itu tidak mahal. Saya sudah membuktikannya. Jadi apa salahnya saya memulai lagi dari sekarang. Sehat dengan cara yang murah.
Nb: saya punya sepeda. sudah dua tahun tak saya gunakan sejak saya beli. Mungkin hari Sabtu atau Minggu, jadwal saya untuk bersepeda ya? Siapa mau menemani saya?
Nb lagi : saya punya pelatih renang baru...xixixi. Kalau sampai nggak bisa kebangetan :)
Salam sehat
Yogyakarta, 21 Mei 2012
Pukul 07.43
Teman baru saya berolahraga, Ela, baru pindah kos. Dia senang olahraga. Wah saya juga. Cuma kadang sering kena penyakit males karena tiada teman. Padahal dulunya juga sendiri. Jadinya saya lebih suka bergerak-gerakdi beranda tempat tinggal saya. Tapi manalah berkeringat? sambilmenggerak-gerakkan tubuh, kami bikin jadwal olahraga. Ini jadwalnya.
Senin : jogging
Selasa: renang
Rabu :senam
Kamis dan seterusnya mengikuti jadwal sebelumnya.
Jadi mulai hari ini pagi saya bertambah aktivitas. Bangun-meditasi-olahraga
Sehat itu tidak mahal. Saya sudah membuktikannya. Jadi apa salahnya saya memulai lagi dari sekarang. Sehat dengan cara yang murah.
Nb: saya punya sepeda. sudah dua tahun tak saya gunakan sejak saya beli. Mungkin hari Sabtu atau Minggu, jadwal saya untuk bersepeda ya? Siapa mau menemani saya?
Nb lagi : saya punya pelatih renang baru...xixixi. Kalau sampai nggak bisa kebangetan :)
Salam sehat
Yogyakarta, 21 Mei 2012
Pukul 07.43
Pagi
Tentang Film Korea
![]() |
foto ist Ratih Pratiwi Anwar |
Tak cuma industri filmnya saja yang berkembang, tetapi juga industri fashion, elektronik dll. Yang menarik, klinik-klinik kecantikan ala Korea kini bertebaran di Thailand. Lebih lengkapnya simak wawancara berikut ini. Sebagian wawancara sudah pernah dimuat di Koran mingguan Tempo.
1. Sejak kapan persisnya demam Korea melanda Indonesia? Melalui film
atau musik?
Tepatnya tidak bisa bisa dipastikan. Tetapi demam itu secara bertahap.
Pada tahun 2003 ketika saya menuliskan tetntang tulisan “menengok
sinetron di negeri Ginseng. Waktu itu sinterton Korea hanya sedikit
ditonton padahal film Korea layak ditonton. Jadi inti tulisan dalam
blog saya pada waktu itu mengapa tidak menonton?
Fenomena ‘demam Korea’ ini terjadi sejak beberapa sinetron Korea yang
ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta mampu menghibur dan menarik
perhatian pemirsa dari berbagai usia dan kalangan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa Indonesia tak luput dilanda gelombang budaya pop
Korea atau terkenal sebagai hallyu wave.
Istilah hallyu muncul pertama kali di Cina untuk menyebut ekspansi
budaya pop Korea Selatan ke Asia yang terjadi sejak akhir dekade
1990an. Bahkan di Cina ada istilah hahanzu untuk menjuluki mereka yang
‘tergila-gila’ pada film, sinetron, musik pop dan selebriti Korea.
Setelah sukses di Cina, Jepang, Taiwan, Singapura dan Vietnam pada
awal 2000-an, budaya pop Korea tersebut kini telah menyebar dan makin
populer di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia
negara yang agak belakangan karena lokasinya tak sedekat Jepang, China
dan lain-lain.
Di Indonesia, selain dari maraknya penayangan sinetron dan film Korea
di televisi, hallyu banyak ditemukan di gerai-gerai VCD dan DVD. Jika
industri film Korea mulai bangkit lagi sejak tahun 1999, sinetron
Korea yang di negeri asalnya lazim disebut mini series baru melejit
tahun 2002. Awalnya, sebuah sinetron melodrama ‘Winter Sonata’ yang
diproduksi bersama oleh Korea dan Jepang mendapat sambutan luar biasa
oleh pemirsa di kedua negara. Sinetron ini juga telah ditayangkan di
Indonesia tahun 2002 lalu, tapi pemirsa Indonesia baru benar-benar
terpikat oleh beberapa sinetron Korea yang ditayangkan di layar gelas
tahun 2005, di antaranya ‘Memories of Bali’ dan ‘Full House’ yang
bahkan ditayangkan ulang.
2. Apa yang membuat budaya dan gaya hidup Korea diminati
(karakteristik mode rambut, pakaian, makanan, (musik dan film:
benarkah cuma tampak tampan dan cantik? Kualitas musiknya)? Apa
bedanya dengan Jepang dan Mandarin?
Sinetron Korea memang layak ditengok karena dari perkembangannya ada
beberapa hal yang dapat ditarik manfaatnya. Mengapa sinema elektronik
Korea bisa booming dan diterima secara luas di negara-negara Asia?
Sinetron yang kebanyakan diproduksi oleh stasiun radio dan televisi di
Seoul tersebut mempunyai kualitas di atas rata-rata. Jalinan ceritanya
dan dialog-dialognya berhasil menyentuh emosi pemirsa (baik pria
maupun wanita) dari berbagai lapisan usia. Didukung oleh sinematografi
yang sempurna, soundtrack yang romantis, pemilihan pemain-pemain
(casting) yang pas, akting aktor dan artisnya yang terkesan sangat
alami, serta dengan latar belakang suasana keindahan musim dan
pemandangan alam di Korea menjadikannya tontonan yang manis di mata
maupun di hati.
Bandingkan dengan Indonesia. Artisnya juga tidak kalah cantik bukan?
Tetapi kualitas acting mereka lebih baik. Sinetron Korea juga
memiliki keunggulan komparatif yang menjadikannya unik dibandingkan
sinetron-sinetron produksi negara-negara Asia Timur lainnya. Jika
sinetron Taiwan dan Jepang terkesan berorientasi untuk generasi muda,
Jepang bahkan lebih condong ke Barat untuk pembuatan filmnya,
sementara sinetron Hongkong hampir dibumbui darah dan kekerasan,
maka sinetron Korea lebih mengangkat nilai-nilai hidup orang Asia,
dengan cerita yang sederhana dan mempunyai kemiripan dengan kisah
hidup pemirsanya sehari-hari. Bahkan film Korea mampu memadukan
cerita gangster berpadu dengan komedi. Indonesia, misalnya, kalau
mengangkat film action hanya melulu action, tidak berpadu dengan
komedi. Pendek kata genre film Korea itu beragam. Nilai tradisonalnya
ada, budaya, dan kearifan lokalnya juga masuk.
3. Benarkah Hallyu merupakan strategi pemerintah Korea untuk
menyebarkan kebudayaan Korea di seluruh dunia? Apa saja yang dilakukan
pemerintah?
Benar. Dan memang Korea sudah mulai menyebar ke seluruh dunia. Sebagai
contoh, di China sayabaca artikel, ada klinik kecantikan yang bisa
mengubah wajah mereka mirip orang Korea. China sampai mendatangkan
ahli kecantikan asal Korea untuk ini. Waktu saya ke Thailand juga
ada klinik kecantikan yang menjanjikan seseorang bisa mirip dengan
pujaan hatinya di Korea.
Pemerintah Korea tampaknya sengaja melakukan penyebaran kebudayaan
melalui film-film mereka. Dan ini memang alat diplomasi secara
efektif tidak harus melalui perang, tetapi diplomasi melalui budaya.
Inilah yang patut menjadi referensi Indonesia.
Film Korea sendiri baru benar-benar diterima oleh warganya sekitar
tahun 2000 ketika film SHIRI menjadi box office di negaranya. Inilah
yang menjadi tonggak kebangkitan film Korea di negaranya. Film asing
yang semulai merajai bisokop di Korea bergeser. Orang Korea menonton
film mereka sendiri. Bisa dibilang film ini bisa membangkitkan
nasionalisme warga Korea. Inilah yang perlu dilakukan Indonesia.
Berapa lama Korea menyiapkan ini hingga akhirnya film mereka diterima
di seluruh dunia? Dan seberapa serius mereka menyiapkan ini?
Sejak tahun 1973. Memang butuh proses panjang. Sekitar 27 tahun. Tapi
apa yang dicapai dari keseriusan mereka dalam menggarap film itu tak
hanya menyebarkan kebudayaan Korea saja, tetapi dari film itu mereka
mengenalkan produk-produk Korea ke pasar-pasar luar. Misalnya dalam
film, selalu memperlihatkan produk buatan mereka Hyundai, hanphone LG,
Samsung dll. Ini pasar ekonomi yang strategis bagi pemerintah Korea
untuk mengenalkan produk-produk mereka ke dunia luar. Dan strategi itu
berhasil. Perusahaan multinasional ikut terlibat aktif dengan
produser film dan pekerja film. Nah, inilah yang seharusnya dilakukan
oleh perusahaan terlibat dalam film-film di Indonesia.
Sama seperti yang dilakukan oleh pemerintah Korea, maka Indonesia juga
perlu mendorong iklim yang baik bagi kalangan insane perfileman.
Bukankah pekerja film semisal, Garin Nugroho, Mira Lesmana, Riri Reza
sudah mulai mengangkat film Inodnesia yang berkualitas baik?
Ya memang, terutama cerita yang membangkitkan nasionalisme sudah
banyak digarap oleh para sineas Indonesia.
Tapi apakah nasionalisme saja sudah cukup? Bukankah selain mengangkat
tema nasionalisme, lebih dari itu, film Korea mampu membuat warga
belahan dunia lain melirik produk-produk mereka yang artinya
menumbuhkan perekonomian Korea itu sendiri? Apakah tidak sebaiknya
film menjadi pintu masuk bagi Indonesia untuk menarik negara lain
menggunakan produk Indonesia, seperti yang dilakukan Korea?
Itu sebabnya pemerintah harus aktif mendukung para pekerja film
ini. Nasionalisme memang sudah bagus, tetapi jika melalui film bisa
menggairahkan perekonomian di Indonesia, kenapa tidak dilakukan?
Contoh pemerintah Korea akan sangat giat memperkenalkan film mereka
melalui pekan-pekan film Korea di universitas-universitas. UGM sendiri
pernah melakukan itu dan disponsori oleh pemerintah Korea.
Kedua, mereka mendorong gairah film Korea itu melalui lomba menulis
scenario. Artinya pemerintah Korea serius mencari penulis scenario
yang baik untuk menghasilkan cerita yang menarik.
Dan ini yang paling bagus, pemerintah Korea mendirikan 40 institusi
film, ada departemen statistic film yang mempublikasikan film-film
merek melalui satu tahun annual report, membuat studio-studio film.
Jadi pemerintah Korea memang sangat serius menggarap perfilmen mereka.
Korea memerlukan waktu sekitar 27 tahun sehingga filmnya sekarang
mendunia. Belum ada kata terlambat untuk Indonesia. Seorang pengamat
mungkin bisa memangkaslamanya prose situ misalnya menjadi 15 tahun.
Jadi Indonesia harus memulainya dari sekarang.
Benarkah banyak kemudahan (subsidi) yang diberikan kepada seniman dan
budayawan untuk itu? Berapa anggarannya?
Kalau soal anggaran persisnya saya tahu. Tapi yang jelas, seperti yang
saya ceritakan tadi, pemerintah Korea sangat mendukung perfilman di
negaranya.
Peran swasta dalam penyebaran budaya dan gaya hidup Korea?
Ada melalui produk multinasional seperti Hyundai, LG, Samsung yang
berproduksi. Perusahaan swasta mendapat iklan dari produk-produk itu,
sementara pekerja film bisa mendapat dana utuk pembuatan karya film
itu sendiri.
Apa yang bisa dipelajari dan diakomodasi Indonesia dari strategi Demam Korea?
Tak ada salahnya jika pemerintah Indonesia dan produsen sinetron
belajar dari Korea dalam hal mengangkat citra negara di luar negeri
dengan memajukan sinetron nasional. Sebab lewat kemajuan dan ekspansi
sinetron dan produk budaya lainnya (dengan kualitas yang bagus
tentunya), Korea Selatan mampu mengangkat image positif mereka yang
sebelumnya tidak begitu dikenal di tingkat regional dan internasional.
Departemen Luar Negeri Korea sangat giat mempromosikan produk budaya
pop Korea di tingkat internasional karena menyadari film dan sinetron
dapat berfungsi sebagai alat diplomasi. Nyatanya hallyu berperan besar
memperbaiki hubungan dengan Vietnam yang retak akibat keterlibatan
Korea Selatan di Perang Vietnam serta membantu mendekatkan masyarakat
Jepang dan Korea yang negaranya sampai saat ini masih saling
berkonflik tentang skeejarah perang.
Film, Musik, dan Sepakbola

Pengamatan ini berangkat dari kegelisahan partai-partai yang mengeluhkan tentang massa yang sulit dikumpulkan mereka. "Kalau tidak ada gizinya, mereka tidak mau berangkat," kata seorang anggota partai pada saya waktu itu. Kala itu, setahun sebelum pemilihan Presiden dan wakil rakyat. Tentu, gizi yang di maksud dia uang saku, uang operasional untuk ikut menyemarakkan acara-acara partai seperti kampanye, sosialisasi.
Pada kesempatan lain saya mengobrol dengan seorang penggerak massa yang punya massa sungguh luar biasa. Dari ceritanya pada saya, dan sungguh saya bisa membuktikan di lapangan, dia sanggup membawa massa hingga puluhan ribu orang. Tentu, tidak gratisan. Perlu ratusan juta untuk mendatangkan mereka. Bener, kata orang jaman sekarang. "Ndak ada fulus, semua nggak jalan."
Jogja pernah menjadi lautan massa karena peranan dia. Saya tahu partai dan siapa yang memakai, tetapi nggak etislah kalau saya sebutkan disini.
Kembali ke soal pengamatan tadi, film, musik, dan sepakbola sungguh masih punya magnit bagi anak-anak muda jaman sekarang. Anak muda era dunia virtual, digital, jejaring sosial. Ibaratnya, teknologi adalah Tuhan baru bagi anak-anak muda. Tak mengherankan, film-film Indonesia dibanjiri penonton. Juga film-film luar negeri. Film, termasuk FTV di televisi kenapa disukai? Karena di film orang terlihat begitu sempurna. Sungguh berbeda dengan dunia nyata. Mereka butuh hiburan. Yang melihat semua yang ada di dalamnya cantik, ganteng, kaya raya, sempurna. Mirip dunia jejaring sosial, virtual yang semuanya tak nyata. Suka tidak suka orang membutuhkan impian, ilusi untuk menenangkan permasalahan hidup. Dari film mereka butuh tokoh panutan, ideal, yang harapannya bisa ditemukan dalam dunia nyata.
Seperti film, musik pun demikian. Semua musik di televisi tak pernah sepi penonton (Yayaya...meski saya tahu ada sebagian besar penonton bayaran). Ratingnya terus bertahan. Buktinya, sudah bertahun-tahun acara musik tak pernah hilang dari acara televisi. Kontes musik, roadshow, hampir tiket habis terjual. Jarang ada yang merugi. Pendek kata, entah mereka membayar, atau gretongan (baca gratis) tetap saja dibanjiri pengunjung. Pada musik, seseorang membutuhkan pelepasan, jingkrak sana jingkrak sini. Mereka juga ketemu sang idola yang aduhai indah nian. Seksi, cantik, ganteng, wangi.
Hemmm...sepakbola....Siapa yang tak tahu massa bola. Massanya fanatik dan rela melakukan apa saja demi bola. SPSI sampai ribut berkepanjangan jelas bukan tanpa alasan. Memperebutkan "tahta" bukan hanya sekedar fulus, tetapi lebih dari itu ada "sesuatu" yang direbut dari massa fanatik bola. Bisa mengarahkan ke politik dan bercabang kemana-mana :)
Saya tak akan terlalu menyoroti musik dan sepakbola. Sengaja film yang akan saya bahas karena ada beberapa hal yang cukup menggelitik saya. Industri film di Indonesia mulai bergairah di awali dengan film Ada Apa dengan Cinta besutan Sutradara Mira Lesmana dan Riri Reza. Meledaknya film untuk anak muda bergaya populer itu membuktikan pasar Indonesia ternyata lumayan menjanjikan. Lantas, muncullah film-film bermutu Indonesia yang kerap menang di kancah internasional. Keplok untuk Indonesia.
Sekitar lima tahun lalu, muncullah film Denias besutan sutradara Johni de Rantau dan diproduseri Arie Sihasale. Arie Sihasale-lah yang membuka keran film berbau nasionalime, patriotisme di era sekarang hingga muncullah film Garuda di Dadaku dan film-film berbau nasional lainnya. Menarik bahwa ada pihak yang sadar "merekrut" anak-anak muda di era sekarang melalui pendekatan film. Ini pilihan yang tak mungkin dihindari lantaran anak-anak muda jaman sekarang tak mudah dicekoki nilai nasionalisme, patriotisme, ke-Indonesia-an melalui pelajaran di sekolah. Masuk melalui film tentulah sangat mudah. Contoh, dalam film Denias, ada tokoh tentara, Kopasus yang diperankan Arie sangat jauh dari kesan sangar. Penggambaran TNI yang dalam sehari-hari kita kenal orang yang sangat disiplin, tegas, galak, digambarkan begitu humanis.
Maka, jangan heran jika setelah ini film-film Indonesia akan dibanjiri tema-tema seperti yang telah dijelaskan di atas. Jaman berubah. Teknologi berubah. Manusianya pun berubah. Tak ada salahnya kita meniru Korea yang sukses membangun industri film dalam kurun 27 tahun. Dari film, Korea berkibar dan menjadi kiblat dalam dunia fashion. Industri otomotif dan teknologi yang nyaris tenggelam oleh kejayaan Jepang kini mulai di lirik oleh negara-negara lain. Begitu pula klinik kecantikan yang kiblatnya ke Korea. Denyut perekonomian negeri Gingseng itu pun bergerak. Mereka memulainya dari film. Indonesia punya pasar besar. Jumlah penduduk besar. Mengapa kita tak memulai dari film untuk mensejahterakan rakyatnya? Juga musik yang belakangan ini mulai digarap serius oleh Korea.
Yogyakarta, 19 Mei 2012
03.27 PM
Sabtu, 19 Mei 2012
Karena Sukhoi, Diplomasi Rusia dan Indonesia Memanas?
Berita itu saya baca tadi siang. Bunyinya cukup mengejutkan. "Tanpa Rusia, kami bisa bekerja," kata Kepala Rumah Sakit Kepolisian Raden Said Sukanto, Brigadir Jenderal Agus Prayitno. "Kami sudah berpengalaman seperti kemarin, tenggelamnya kapal Trenggalek. Tim DNA kami sudah expert," tambahnya. Berita selengkapnya ada di http://www.tempo.co/read/news/2012/05/19/078404774/DVI-Tanpa-Tim-Rusia-Kami-Bisa-Bekerja
Saya mengernyitkan dahi ketika membaca ini. Apa yang melatarbelakangi Indonesia dalam hal ini tim DVI mengeluarkan pernyataan itu? Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah membantah "saling sikut" antara Rusia dan Indonesia dalam mengidentifikasi korban Shukoi.
Jelas, pernyataan semacam itu bukan diplomasi yang smooth dalam konteks hubungan antar negara. Padahal biasanya Indonesia cukup hati-hati melontarkan pernyataan. Kok, kali ini "kebablasan"? Tanda tanya terjawab sudah. Siang tadi Rusia memberikan keterangan pers kepada wartawan. Media menerima undangan ini kemarin malam. Bunyinya: “Pihak Rusia akan mengirimkan ke Indonesia reagen kimia yang diperlukan membantu pelaksanakan kerja bersama pada identifikasi korban kecelakaan."
Apakah pernyataan ini dibuat karena pihak Indonesia sudah mencium rencana ini, yang seolah-olah meremehkan kemampuan Indonesia? Lihat :
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/19/058404782/Dalam-Sejam-Rusia-3-Kali-Ralat-Rencana-Konferensi-Pers
Dan mengapa Indonesia cukup berani menyampaikan pernyataan ini? Saya cuma menduga-duga saja. Sudah mahfum bahwa kiblat Indonesia lebih condong ke Amerika. Dan dalam konsteks hubungan bisnis, rencana pembelian 30 shukoi superjet 100 tentu juga bukan uang sedikit untuk Rusia yang tengah menghidupkan industri pesawat penerbangan mereka yang pernah berjaya . Rusia butuh duit, Indonesia butuh pesawat. Jadi, ada simbiosis mutualisme di sana. Tak heran Indonesia "jual mahal" dan emoh diremehkan.
Jadi, kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya sih yakin, cerita Shukoi masih akan berbuntut panjang. Setelah korban teridentifikasi, penguburan jenasah, kisah Shukoi akan banyak mengejutkan publik. Akan ada temuan-temuan yang mengejutkan pastinya.
Yogyakarta, 19 Mei 2012
08.08 PM
Saya mengernyitkan dahi ketika membaca ini. Apa yang melatarbelakangi Indonesia dalam hal ini tim DVI mengeluarkan pernyataan itu? Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah membantah "saling sikut" antara Rusia dan Indonesia dalam mengidentifikasi korban Shukoi.
Jelas, pernyataan semacam itu bukan diplomasi yang smooth dalam konteks hubungan antar negara. Padahal biasanya Indonesia cukup hati-hati melontarkan pernyataan. Kok, kali ini "kebablasan"? Tanda tanya terjawab sudah. Siang tadi Rusia memberikan keterangan pers kepada wartawan. Media menerima undangan ini kemarin malam. Bunyinya: “Pihak Rusia akan mengirimkan ke Indonesia reagen kimia yang diperlukan membantu pelaksanakan kerja bersama pada identifikasi korban kecelakaan."
Apakah pernyataan ini dibuat karena pihak Indonesia sudah mencium rencana ini, yang seolah-olah meremehkan kemampuan Indonesia? Lihat :
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/19/058404782/Dalam-Sejam-Rusia-3-Kali-Ralat-Rencana-Konferensi-Pers
Dan mengapa Indonesia cukup berani menyampaikan pernyataan ini? Saya cuma menduga-duga saja. Sudah mahfum bahwa kiblat Indonesia lebih condong ke Amerika. Dan dalam konsteks hubungan bisnis, rencana pembelian 30 shukoi superjet 100 tentu juga bukan uang sedikit untuk Rusia yang tengah menghidupkan industri pesawat penerbangan mereka yang pernah berjaya . Rusia butuh duit, Indonesia butuh pesawat. Jadi, ada simbiosis mutualisme di sana. Tak heran Indonesia "jual mahal" dan emoh diremehkan.
Jadi, kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya sih yakin, cerita Shukoi masih akan berbuntut panjang. Setelah korban teridentifikasi, penguburan jenasah, kisah Shukoi akan banyak mengejutkan publik. Akan ada temuan-temuan yang mengejutkan pastinya.
Yogyakarta, 19 Mei 2012
08.08 PM
Jumat, 18 Mei 2012
Irshad Manji
Seorang teman, dia dosen sekaligus feminis bercerita pada saya. Empat tahun lalu, dia ada dalam diskusi bersama Manji di Pesantren Krapyak. Sebelumnya Mandji sudah ke UGM. Tidak ada ribut-ribut kala itu. Pula tiada FPI. Semua baik-baik saja, mengutip judul lagu Duo Ratu.
Tak ada yang berubah dengan ide dasar yang ditawarkan Manji. "Soal lesbian, soal beriman tanpa rasa takut, sudah dia sampaikan," kata kandidat doktor teman saya ini. Waktu itu kedatangan Mandji promosi untuk bukunya "Beriman Tanpa Takut" yang merupakan buku pertamanya. "Kenapa empat tahun kemudian, bisa seribut ini ya," bertanya-tanya teman ini.
Seperti kita ketahui, FPI membubarkan diskusi di Salihara. Rektor UGM menolak diskusi meskipun empat tahun sebelumnya menerima Mandji. Diskusi bahkan berakhir ricuh di LKiS. Peserta diskusi dan asisten Mandji luka-luka karena diserang kelompok yang menamakan MMI. Diduga MMI dan organisasi Islam lain yang membubarkan acara diskusi buku ini. Penolakan utama mereka, Irshad yang seorang lesbian dinilai memberikan pengaruh buruk untuk Indonesia. Baca juga http://www.tempo.co/read/news/2012/05/04/064401803/Alasan-FPI-Protes-Diskusi-Buku-Salihara
Sebagai mayoritas Muslim terbesar di dunia, kita semua kaget.Seolah-olah wajah Islam begitu keras. Padahal dia tak mewakili sebagian besar masyarakat Muslim. Apa iya itu suara mayoritas Muslim di Indonesia yang lekat dengan kekerasan? Saya tidak yakin.
Saya mencoba menarik benang merah dari peristiwa empat tahun lalu dan sekarang. Pada awal kedatangannya ke Indonesia, perempuan keturunan India-Mesir ini memberikan puja puji. Bahkan puja puji dia sampaikan dalam buku, Allah, Liberty, and Love. Di awal kedatangannya, Manji menyampaikan bahwa Indonesia adalah contoh negara yang toleransinya bagus dan cocok untuk Indonesia yang multikultural.
Tapi menarik juga bahwa setelah mengalami serangan bertubi-tubi itu, akhirnya dia memberikan rilisnya bahwa toleransi di Indonesia sudah berubah. Ada premis major dan kesimpulannya begitu mudah dilakukan. Karena memang kenyataannya demikian. Kekerasan dan penyerangan terhadapnya terjadi. Lihat dan baca pernyataan Manji pasca kedatangannya 4 tahun lalu ke Indonesia.
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/063402916/Irshad-Manji-Mereka-Pengecut dan http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/063402908/Irshad-Manji-Toleransi-di-Indonesia-Sudah-Berubah
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/058402855/Irshad-Manji-Syok-Islam-Tak-Seperti-Ini-
Apakah kejadian ini memang sudah "terencana" sejak empat tahun lalu. Bisa Manji menjadi bagiannya, atau dia sekedar alat. Begitu juga FPI, MMI ataupun siapapun organisasi itu. Siapa "bermain" di sini. Saya tak ingin membesarkan kekerasan FPI itu sendiri atau lesbianisme-nya. Jelas saya tidak pernah menyetujui kekerasan. Justru ada yang lebih besar dari sekedar isu lesbianisme dan kekerasan FPI, menyangkut Indonesia. Mosok sih, seorang Mandji bisa sedemikian hebatnya?
Sepertinya sentimen agama atau yang berbau "miring' tentang lesbianisme, gay dicekoki oleh "sesuatu" yang saya cuma bisa menduga-duga untuk membuat masyarakat Indonesia menghabiskan energi untuk ini. Ketidakstabilan negara terus berlangsung. Cap buruk Indonesia sebagai negara yang menyuburkan radikalisme akan mendunia. Iklim investasi akan buruk akibat radikalisme dll.
Sudah jamak saya mendengar celetukan ini. "Pantesan negara kita ini nggak maju-maju karena cuma ribut soal agama melulu." "Lihat negara-negara maju yang sekuler dan kebanyakan orangnya tak beragama seperti Jepang, rakyatnya sejahtera, lebih maju, lebih berabad, dan cukup bersih dari korupsi. Mereka benar-benar memisahkan agama dalam sendi kehidupan mereka."
Indonesia adalah pasar besar karena penduduknya besar. Negara-negara maju jelas punya kepentingan besar agar Indonesia terus "menyusu" pada mereka. Berpikir sejahtera, menjadi negara mandiri, sudah barang tentu tidak akan disukai oleh mereka yang berkepentingan dengan Indonesia. Tapi masalahnya masyarakatnya sendiri lebih suka "ribut" atau gampang tersentil dengan persoalan agama yang selalu disikapi dengan sensitif. Bahkan membuang waktu. Kaum inteletual, para terpelajar masih saja sibuk "jualan" surga adalah monopoli agama tertentu, haram atau halal mengucapkan ucapan selamat bagi umat lain yang merayakan hari keagamaan masih laris manis dan diyakini betul oleh pemeluknya, melarang tempat beribadah bagian dari cara mereka untuk menekan agar agama lain tak berkembang secara kuantitas. Begitu saja terus berlangsung selama bertahun-tahun di negeri ini.
Ironisnya, persoalan kesejahteraan, kemiskinan yang membelit, dan korupsi yang menyangkut akar masalah di Indonesia justru terabaikan. Semua saling tunjuk jari, menyalahkan orang lain. Padahal semua bisa di mulai dari sendiri. Dengan cara sederhana, atau terorganisir. Tapi bagi sebagian orang diam itu emas. Nah, kalau sudah begitu, apakah rela negeri yang kita cintai ini, Indonesia terus-terusan terpuruk.Globalisme sudah di depan mata. Jangan-jangan ketika globalisme sudah terjadi di depan mata kita, masyarakatnya tidak siap, maka cuma jadi penonton di negerinya sendiri. Maukah kita terus-terusan begini?
Sebagai referensi lihat pula tulisan Ade Armando, pengamat media tentang kekerasan agama yang berlangsung belakangan ini.
http://adearmando.wordpress.com/2012/05/16/waisak-manji-lady-gaga-dan-ancaman-muslim-brutal/
Tak ada yang berubah dengan ide dasar yang ditawarkan Manji. "Soal lesbian, soal beriman tanpa rasa takut, sudah dia sampaikan," kata kandidat doktor teman saya ini. Waktu itu kedatangan Mandji promosi untuk bukunya "Beriman Tanpa Takut" yang merupakan buku pertamanya. "Kenapa empat tahun kemudian, bisa seribut ini ya," bertanya-tanya teman ini.
Seperti kita ketahui, FPI membubarkan diskusi di Salihara. Rektor UGM menolak diskusi meskipun empat tahun sebelumnya menerima Mandji. Diskusi bahkan berakhir ricuh di LKiS. Peserta diskusi dan asisten Mandji luka-luka karena diserang kelompok yang menamakan MMI. Diduga MMI dan organisasi Islam lain yang membubarkan acara diskusi buku ini. Penolakan utama mereka, Irshad yang seorang lesbian dinilai memberikan pengaruh buruk untuk Indonesia. Baca juga http://www.tempo.co/read/news/2012/05/04/064401803/Alasan-FPI-Protes-Diskusi-Buku-Salihara
Sebagai mayoritas Muslim terbesar di dunia, kita semua kaget.Seolah-olah wajah Islam begitu keras. Padahal dia tak mewakili sebagian besar masyarakat Muslim. Apa iya itu suara mayoritas Muslim di Indonesia yang lekat dengan kekerasan? Saya tidak yakin.
Saya mencoba menarik benang merah dari peristiwa empat tahun lalu dan sekarang. Pada awal kedatangannya ke Indonesia, perempuan keturunan India-Mesir ini memberikan puja puji. Bahkan puja puji dia sampaikan dalam buku, Allah, Liberty, and Love. Di awal kedatangannya, Manji menyampaikan bahwa Indonesia adalah contoh negara yang toleransinya bagus dan cocok untuk Indonesia yang multikultural.
Tapi menarik juga bahwa setelah mengalami serangan bertubi-tubi itu, akhirnya dia memberikan rilisnya bahwa toleransi di Indonesia sudah berubah. Ada premis major dan kesimpulannya begitu mudah dilakukan. Karena memang kenyataannya demikian. Kekerasan dan penyerangan terhadapnya terjadi. Lihat dan baca pernyataan Manji pasca kedatangannya 4 tahun lalu ke Indonesia.
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/063402916/Irshad-Manji-Mereka-Pengecut dan http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/063402908/Irshad-Manji-Toleransi-di-Indonesia-Sudah-Berubah
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/10/058402855/Irshad-Manji-Syok-Islam-Tak-Seperti-Ini-
Apakah kejadian ini memang sudah "terencana" sejak empat tahun lalu. Bisa Manji menjadi bagiannya, atau dia sekedar alat. Begitu juga FPI, MMI ataupun siapapun organisasi itu. Siapa "bermain" di sini. Saya tak ingin membesarkan kekerasan FPI itu sendiri atau lesbianisme-nya. Jelas saya tidak pernah menyetujui kekerasan. Justru ada yang lebih besar dari sekedar isu lesbianisme dan kekerasan FPI, menyangkut Indonesia. Mosok sih, seorang Mandji bisa sedemikian hebatnya?
Sepertinya sentimen agama atau yang berbau "miring' tentang lesbianisme, gay dicekoki oleh "sesuatu" yang saya cuma bisa menduga-duga untuk membuat masyarakat Indonesia menghabiskan energi untuk ini. Ketidakstabilan negara terus berlangsung. Cap buruk Indonesia sebagai negara yang menyuburkan radikalisme akan mendunia. Iklim investasi akan buruk akibat radikalisme dll.
Sudah jamak saya mendengar celetukan ini. "Pantesan negara kita ini nggak maju-maju karena cuma ribut soal agama melulu." "Lihat negara-negara maju yang sekuler dan kebanyakan orangnya tak beragama seperti Jepang, rakyatnya sejahtera, lebih maju, lebih berabad, dan cukup bersih dari korupsi. Mereka benar-benar memisahkan agama dalam sendi kehidupan mereka."
Indonesia adalah pasar besar karena penduduknya besar. Negara-negara maju jelas punya kepentingan besar agar Indonesia terus "menyusu" pada mereka. Berpikir sejahtera, menjadi negara mandiri, sudah barang tentu tidak akan disukai oleh mereka yang berkepentingan dengan Indonesia. Tapi masalahnya masyarakatnya sendiri lebih suka "ribut" atau gampang tersentil dengan persoalan agama yang selalu disikapi dengan sensitif. Bahkan membuang waktu. Kaum inteletual, para terpelajar masih saja sibuk "jualan" surga adalah monopoli agama tertentu, haram atau halal mengucapkan ucapan selamat bagi umat lain yang merayakan hari keagamaan masih laris manis dan diyakini betul oleh pemeluknya, melarang tempat beribadah bagian dari cara mereka untuk menekan agar agama lain tak berkembang secara kuantitas. Begitu saja terus berlangsung selama bertahun-tahun di negeri ini.
Ironisnya, persoalan kesejahteraan, kemiskinan yang membelit, dan korupsi yang menyangkut akar masalah di Indonesia justru terabaikan. Semua saling tunjuk jari, menyalahkan orang lain. Padahal semua bisa di mulai dari sendiri. Dengan cara sederhana, atau terorganisir. Tapi bagi sebagian orang diam itu emas. Nah, kalau sudah begitu, apakah rela negeri yang kita cintai ini, Indonesia terus-terusan terpuruk.Globalisme sudah di depan mata. Jangan-jangan ketika globalisme sudah terjadi di depan mata kita, masyarakatnya tidak siap, maka cuma jadi penonton di negerinya sendiri. Maukah kita terus-terusan begini?
Sebagai referensi lihat pula tulisan Ade Armando, pengamat media tentang kekerasan agama yang berlangsung belakangan ini.
http://adearmando.wordpress.com/2012/05/16/waisak-manji-lady-gaga-dan-ancaman-muslim-brutal/
Buku dan Keheningan
Dulu saya punya waktu menyediakan membaca buku paling tidak satu minggu satu buku. Bukunya apa saja. Paling tidak,seperti yang telah ada di foto ini. Tapi sekarang kok saya makin payah. Senang beli bukunya tok, tetapi jarang dibaca. Hiks....Ngaku...
Selain terpuaskan karena membaca isi buku itu sendiri, kerap di tengah-tengah jeda saya membayangkan penulisnya. Bagaimana dia meriset, darimana dia memeroleh inspirasi, bagaimana cara dia memeroleh ide atau gagasan.
Dari semua buku yang saya baca, beberapa pengarang besar lekat di pikiran saya. Pramoedya Ananta Toer, Karl May, Sussana Tamaro, Mitch Albom, Joosten Gaarder, dan Paulo Coelho. Setelah saya mengenal dunia keheningan, tahulah saya mengapa para pengarang ini berbeda dengan penulis lainnya. Saya merasakan ada "pengendapan" di sana. Menulis dengan meditatif. Contoh lain bacaan yang terasa sekali ada pengolahan batinnya, adalah Madre karya Dee atau Dewi Lestari. Dee, ternyata dia seorang yogi. Kebetulan pernah bermeditasi di tempat saya melatih meditasi, Vihara Mendut. Ahai. Sayang tidak ketemu. :)
Menulis itu gampang. Itu benar. Tapi menulis yang menghasilkan karya besar, berkualitas, dan jleb...nancep di hati, jelas tidak mudah. Saya juga kepingin. Makanya saya latihan menulis blog dulu. Siapa tahu, kelak nama saya akan dicatat seperti mereka. Ahaiii...siapa tahu ya. Semoga alam semesta turut mendukungnya.
Selain terpuaskan karena membaca isi buku itu sendiri, kerap di tengah-tengah jeda saya membayangkan penulisnya. Bagaimana dia meriset, darimana dia memeroleh inspirasi, bagaimana cara dia memeroleh ide atau gagasan.
Dari semua buku yang saya baca, beberapa pengarang besar lekat di pikiran saya. Pramoedya Ananta Toer, Karl May, Sussana Tamaro, Mitch Albom, Joosten Gaarder, dan Paulo Coelho. Setelah saya mengenal dunia keheningan, tahulah saya mengapa para pengarang ini berbeda dengan penulis lainnya. Saya merasakan ada "pengendapan" di sana. Menulis dengan meditatif. Contoh lain bacaan yang terasa sekali ada pengolahan batinnya, adalah Madre karya Dee atau Dewi Lestari. Dee, ternyata dia seorang yogi. Kebetulan pernah bermeditasi di tempat saya melatih meditasi, Vihara Mendut. Ahai. Sayang tidak ketemu. :)
Menulis itu gampang. Itu benar. Tapi menulis yang menghasilkan karya besar, berkualitas, dan jleb...nancep di hati, jelas tidak mudah. Saya juga kepingin. Makanya saya latihan menulis blog dulu. Siapa tahu, kelak nama saya akan dicatat seperti mereka. Ahaiii...siapa tahu ya. Semoga alam semesta turut mendukungnya.
Kamis, 17 Mei 2012
Doa
dikutip dari http://episodediri.blogspot.com/
Doa itu bagaikan darah yang menghidupi seluruh tubuh. Doa tidak bisa dipisahkan dari gerak kehidupan umat manusia. Sadar atau tidak, manusia punya hasrat untuk menyentuh Realitas Terakhir. Dari sanalah ia berasal, di sanalah akar dan pusat hidupnya, ke sana juga ia akan kembali. Itulah mengapa manusia berdoa.
Orang punya berbagai kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya. Ia membutuhkan kesehatan, keberhasilan, relasi yang baik, rasa aman dan terlindungi, dan sterusnya. Melalui doa, orang berharap mendapatkan apa yang dibutuhkan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Kadang
orang berdoa memohon sesuatu dan permohonannya dikabulkan dengan
segera, ada yang harus menunggu lama baru dikabulkan. Ada juga yang
tidak dikabulkan, meskipun orang sudah berdoa tak kungjung putus.
Doa bukan hanya ditujukan supaya orang mendapatkan sesuatu yang khusus untuk bertahan hidup. Lebih jauh lagi, doa merupakan perjumpaan dengan Realitas Terakhir itu sendiri. Relitas ini dalam tradisi teisme disebut Allah atau Tuhan. *1
Berdoa dengan iman berarti berpusat pada tuhan, bukan pada aku. Ini yang disebut berserah dan ikhlas menerima apapun yang terjadi pada kita.
Dalam keadaan apapun Anda, resah, galau, takut, marah, diamlah dalam doa, anda tidak perlu lagi bertutur kata yang berpusat pada aku, pada yang aku mau, yang aku inginkan, dan yang menurut pikiranku. Diamlah dan keheningan itu sendiri adalah doa.
**TItik Hening Meditasi--Johanes Sudrijanta, SJ
Doa itu bagaikan darah yang menghidupi seluruh tubuh. Doa tidak bisa dipisahkan dari gerak kehidupan umat manusia. Sadar atau tidak, manusia punya hasrat untuk menyentuh Realitas Terakhir. Dari sanalah ia berasal, di sanalah akar dan pusat hidupnya, ke sana juga ia akan kembali. Itulah mengapa manusia berdoa.
Orang punya berbagai kebutuhan untuk melangsungkan kehidupannya. Ia membutuhkan kesehatan, keberhasilan, relasi yang baik, rasa aman dan terlindungi, dan sterusnya. Melalui doa, orang berharap mendapatkan apa yang dibutuhkan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Doa bukan hanya ditujukan supaya orang mendapatkan sesuatu yang khusus untuk bertahan hidup. Lebih jauh lagi, doa merupakan perjumpaan dengan Realitas Terakhir itu sendiri. Relitas ini dalam tradisi teisme disebut Allah atau Tuhan. *1
Berdoa dengan iman berarti berpusat pada tuhan, bukan pada aku. Ini yang disebut berserah dan ikhlas menerima apapun yang terjadi pada kita.
Dalam keadaan apapun Anda, resah, galau, takut, marah, diamlah dalam doa, anda tidak perlu lagi bertutur kata yang berpusat pada aku, pada yang aku mau, yang aku inginkan, dan yang menurut pikiranku. Diamlah dan keheningan itu sendiri adalah doa.
**TItik Hening Meditasi--Johanes Sudrijanta, SJ
Rabu, 16 Mei 2012
Menikah Itu (Tidak ) Gampang?
Kadang-kadang saya bersyukur belum menikah. Soalnya, menikah itu masalahnya buanyak booookkk. Hihihi. Kenapa saya bilang begitu? Karena saya kerap dicurhati mereka. Mulai dari masalah ekonomi, cinta memudar, ketidakcocokan karakter, sampai perselingkuhan.
Ternyata menikah itu (tidak) gampang. Sengaja saya lingkari kata tidak karena banyak juga yang menganggap menikah itu gampang. Ada seseorang yang mengatakan pada saya, kalau dia memutuskan cepat-cepat menikah dan menyarankan adiknya juga demikian agar terhindar dari kanker. Kata dia, orang yang kena kanker itu biasanya orang yang single alias belum menikah. Datanya dari mana, tentu dia tidak tahu. Jadi saya anggap datanya ngawur hehhee. Saya justru banyak menemukan orang kanker pada orang yang menikah.
Ada pula yang memutuskan segera menikah meski dua-duanya tidak bekerja. Alhasil semenjak menikah jadi "parasit" untuk keluarga besarnya. Sementara orang yang menjalani hidupnya begitu, merasa baik-baik saja. Gampang, kan menikah itu? Hehehehe.
Suatu hari ada teman datang berurai air mata. Dia sudah diceraikan oleh sang suami. Drama queen pun terjadi. Dia ceritakan masalah sesungguhnya kenapa dia dicerai. Tentu,saya bengong. Karena menit sebelumnya, dia masih tertawa-tawa. Mungkin dia sudah tidak kuat menangung beban. Jadilah dia menangis sembari menceritakan kisahnya. Saya prihatin. Saya tahu dia depresi. Pada dia, saya cuma bisa mengatakan. "Saya tidak bisa memberikan nasihat karena saya belum menikah. Tapi kamu boleh di sini selama yang kamu mau, sampai tenang. Saran saya, diamlah dan jangan bicara."
Selama beberapa jam dia di kamar saya. Mendengarkan musik keras-keras. Saya membiarkan sampai dia tenang. Banyak orang yang butuh pelepasan. Karena dengan begitu dia merasa tidak sendirian. Padahal, jika seseorang menyadari bahwa ketika dia mati pun dia bakal sendirian. Seharusnya dia bisa mengatasi persoalan hidupnya sendiri. Caranya ya diam saja. Menyadari gerak batin. Lama-lama juga lenyap kok semua persoalan. Saya sudah membuktikannya.
Ada lagi, beberapa teman yang bercerita pada saya. Pada pernikahannya, dia merasa hambar. Yang lainnya, karena masalah yang amat krusial. Akhirnya mereka jatuh cinta sama seseorang. Berselingkuh. Saya dengarkan. Kisah cinta "terlarangnya" persis kayak anak SMA jatuh cinta. Sekali dua kali, sampai berkali-kali saya masih sanggup mendengarkan. Tapi tentu saya bukan kotak sampah. Hihihi. Jadi saya nyaris tak menjawab atau tak meladeni kalau mereka bercerita tentang pria atau wanita selingkuhan mereka. Nikmatilah sendiri keruwetan itu dan jangan libatkan saya, teman hehehe. Saya tidak mau terseret lebih dalam.
Sempat, sih saya kepikiran. Melihat pernikahan orang-orang di sekitar saya lengkap dengan permasalahannya, sebenarnya ingin menunjukkan pada saya. "Menikah itu bisa gampang, bisa sulit." Akhirnya, saya berkesimpulan menikah atau tidak semua sama-sama baik. Ada orang menikah bahagia ada juga yang tidak. Ada orang yang tidak menikah dia bahagia, ada juga yang tidak. Sama, kan? Jadi sebelum mengatakan, "Hai, kasian ya dia tidak menikah." Periksa kehidupan pribadi kita masing-masing. Jangan-jangan kalian yang menikah juga perlu dikasihani karena banyak masalah tetapi tak mampu menyelesaikan.
Yogyakarta, 16 Mei 2012
Ternyata menikah itu (tidak) gampang. Sengaja saya lingkari kata tidak karena banyak juga yang menganggap menikah itu gampang. Ada seseorang yang mengatakan pada saya, kalau dia memutuskan cepat-cepat menikah dan menyarankan adiknya juga demikian agar terhindar dari kanker. Kata dia, orang yang kena kanker itu biasanya orang yang single alias belum menikah. Datanya dari mana, tentu dia tidak tahu. Jadi saya anggap datanya ngawur hehhee. Saya justru banyak menemukan orang kanker pada orang yang menikah.
Ada pula yang memutuskan segera menikah meski dua-duanya tidak bekerja. Alhasil semenjak menikah jadi "parasit" untuk keluarga besarnya. Sementara orang yang menjalani hidupnya begitu, merasa baik-baik saja. Gampang, kan menikah itu? Hehehehe.
Suatu hari ada teman datang berurai air mata. Dia sudah diceraikan oleh sang suami. Drama queen pun terjadi. Dia ceritakan masalah sesungguhnya kenapa dia dicerai. Tentu,saya bengong. Karena menit sebelumnya, dia masih tertawa-tawa. Mungkin dia sudah tidak kuat menangung beban. Jadilah dia menangis sembari menceritakan kisahnya. Saya prihatin. Saya tahu dia depresi. Pada dia, saya cuma bisa mengatakan. "Saya tidak bisa memberikan nasihat karena saya belum menikah. Tapi kamu boleh di sini selama yang kamu mau, sampai tenang. Saran saya, diamlah dan jangan bicara."
Selama beberapa jam dia di kamar saya. Mendengarkan musik keras-keras. Saya membiarkan sampai dia tenang. Banyak orang yang butuh pelepasan. Karena dengan begitu dia merasa tidak sendirian. Padahal, jika seseorang menyadari bahwa ketika dia mati pun dia bakal sendirian. Seharusnya dia bisa mengatasi persoalan hidupnya sendiri. Caranya ya diam saja. Menyadari gerak batin. Lama-lama juga lenyap kok semua persoalan. Saya sudah membuktikannya.
Ada lagi, beberapa teman yang bercerita pada saya. Pada pernikahannya, dia merasa hambar. Yang lainnya, karena masalah yang amat krusial. Akhirnya mereka jatuh cinta sama seseorang. Berselingkuh. Saya dengarkan. Kisah cinta "terlarangnya" persis kayak anak SMA jatuh cinta. Sekali dua kali, sampai berkali-kali saya masih sanggup mendengarkan. Tapi tentu saya bukan kotak sampah. Hihihi. Jadi saya nyaris tak menjawab atau tak meladeni kalau mereka bercerita tentang pria atau wanita selingkuhan mereka. Nikmatilah sendiri keruwetan itu dan jangan libatkan saya, teman hehehe. Saya tidak mau terseret lebih dalam.
Sempat, sih saya kepikiran. Melihat pernikahan orang-orang di sekitar saya lengkap dengan permasalahannya, sebenarnya ingin menunjukkan pada saya. "Menikah itu bisa gampang, bisa sulit." Akhirnya, saya berkesimpulan menikah atau tidak semua sama-sama baik. Ada orang menikah bahagia ada juga yang tidak. Ada orang yang tidak menikah dia bahagia, ada juga yang tidak. Sama, kan? Jadi sebelum mengatakan, "Hai, kasian ya dia tidak menikah." Periksa kehidupan pribadi kita masing-masing. Jangan-jangan kalian yang menikah juga perlu dikasihani karena banyak masalah tetapi tak mampu menyelesaikan.
Yogyakarta, 16 Mei 2012
Selasa, 15 Mei 2012
"Tulang Banyak Berbicara"
"Tulang banyak berbicara dalam dunia
antropolog". Itu hasil perbincangan saya dengan Guru besar antropologi
ragawi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Profesor Josef Glinka SVD. Saya
menemuinya pada sebuah pagi di Hotel Hyatt Yogyakarta. Dia tengah memasang
alat penetralisir pada rumah dua orang seniman yang memiliki persilangan air di
rumah mereka. Di bagian lain saya akan bercerita khusus tentang ini.
Sayangnya, ilmu antropologi rupanya tak begitu
diminati oleh orang Indonesia. Padahal, kata Pater Glinka, saya biasanya
menyapa begitu, sungguh berguna bagi Indonesia yang mempunyai suka beragam,
peninggalan jaman purba. "Antropologi untuk
mengenal masa lampau Indonesia. ilmu itu patriotis. Karena itu
bukan hanya sekedar tulang belulang. Tapi tulang belulang bisa
bicara," ujarnya. Tak semua ilmu antropologi bicara manusia lampau atau
purba. Antropogi forensik yang lebih khusus dari ilmu
antropologi bahkan berguna untuk pengungkapan kasus-kasus kriminal. Misalnya,
pada suatu hari kepolisian menemukan kerangka
kepala utuh di sebuah parit di Kota Surabaya. Mereka kesulitan menemukan
identifikasi tengkorak tersebut.
Doktor antropolog forensik dari UNAIR, anak buah Pof Glinka, Doktor Toetik
Koesbardiati diminta membantu polisi memecahkan ini. Dialah satu dari doktor
antropolgi forensik berdiploma internasional yang dimiliki Indonesia. “Bayangkan baru ada
doktor antropologi forensik berdiploma internasional di Indonesia,” ujarnya. Satu doktor
forensik lainnya sudah bergelar profesor dari Universitas Gadjah Mada yakni
Prof Etty Indriati. Beruntung saya juga pernah mewawancai Prof Etty. Muda,
cantik, dan lebih dikenal di dunia internasional. Kiprah pendidikannya lebih banyak malang
melintang di universitas terkemuka di luar negeri.
Dari hasil menguji itu, Toetik memperkirakan jasad itu orang asing, tapi untuk meyakinkan temuan ini dia datang kepada
sang guru. “’Kamu lupa. Ambil bolpoin, masukkan ke hidung. Kalau ada
halanganya, maka dia ras asing, kalau
tidak ada maka dari sini,” kata Pater Glinka. Ternyata benar. Keranga itu berasal dari Arab. Dari catatan polisi empat tahun
sebelumnya, ada laporan kehilangan warga Arab. Hemmmm…keren.
Antropologi ragawi dimana Pater Glinka paling "jago" di bidangnya
merupakan ilmu yang memelajari macam-macam manusia khususnya ras
manusia, suku, berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Cabang ilmunya antara lain
antropologi forensik. Antropologi ragawi menjadi salah satu ilmu dasar
antropologi forensik. Dengan kemampuan antropologi ragawi yang baik maka
seorang antropolog forensik akan membantu penerapan antropologi forensik
di lapangan. Forensik antropologi
terutama untuk menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu
menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras.
Nah, jatuhnya korban Shukoi di Gunung Salak jelas
memerlukan antropolog forensik. Memang antropolog forensik tidak tunggal
bekerja. Bersama ilmu kedokteran mereka bahu membahu mengidentifikasi jenasah
yang hancur lebur. “Tidak ada satupun
kerangka kepala yang utuh,” kata anak
buah Pater Glinka lainnya, Rusyad Adi Suriyanto. “Jasad hangus, hancur, dan
terbuai, tidak ada yang utuh.” Satu-satunya pengidentifikasian jenasah
melalui tes DNA. Hasilnya baru dua minggu
paling cepat. Ratusan dosen, polisi, dokter terlibat dalam pengidentifikasian ini
mengingat jenasah yang tercerai berai.
Mengingat begitu bermanfaatnya ilmu ini, maka
seharusnya putera puteri terbaik Indonesia tergerak hatinya untuk menekuni
bidang ini. Nah, data yang diungkapkan Pater Glinka sungguh mengejutkan saya. Ini ketika saya menanyakan idealnya jumlah doktor dan professor di Indonesia. Beliau
menjawab. “Negara Polandia yang besarnya
se-Pulau Jawa, memiliki 120
profesor antropolog. Sementara Indonesia hanya punya 10-20 antropolog dan hanya dua profesor.” Dua professor antropolog itu adalah Prof Glinka dan Prof Etty.” Satu profesor lainnya yakni Teuku Jacob sudah meninggal dunia.
Sedikitnya minat mereka ke antropologi karena masa
depannya kurang menjanjikan. “Duitnya sedikit dan lapangan kerjanya kurang,”
kata pastor berusia 80 tahun ini. Padahal begitu banyak fosil yang tersebar di seluruh
Indonesia. Penemuan fosil yang didominasi di Jawa ini besar kemungkinan karena
banyak ahli di Pulau Jawa. Dia yakin sekali
fosl, peninggalan purbakala yang
menjawab tentang awal kehidupan manusia di Indonesia masih berserakan di
seluruh wilayah Indonesia. Tentu, Indonesia memerlukan ahli. Kalau tidak
penemuan-penemuan yang ada banyak di bawa ke luar negeri dan kita tinggal gigit
jari, deh.
Semoga saja, kalau ada teman-teman yang membaca blog
ini dan dia belum memutuskan mengambil
jurusan apa, terpanggil di bidang ini. Saya sendiri selama beberapa jam ngobrol serasa mendapat pelajaran 2 SKS. Sangat menarik. Kenapa saya ndak mengambil jurusan ini ya?
Yogyakarta, 15 Mei 2012
Minggu, 13 Mei 2012
Segar dalam 15 Menit
Pernah capek dan ngantuk, sementara pekerjaan belum selesai? Ternyata ada caranya agar terbebas dari ini. Saya dapat ilmu ini dari guru besar Antropolog Ragawi Universitas Airlangga Profesor Glinka SVD. Ini tidak sengaja.Waktu saya menemui beliau ketika sedang di Yogyakarta, dia kelelahan dan pingin istirahat sebentar. "Saya sudah tua, jadi mudah capek," kata guru besar UNAIR berusia 80 tahun ini.
Lalu dia mengajari saya begini. Rurit, tidur tegak lurus. Posisi tangan di samping badan.Mirip orang baris, tetapi tidur. Tanpa bantal. Rileks. Jangan memikirkan apapun. Hanya memfokus di nafas saja. Naik turunnya nafas diikuti. Sekitar 15 menit biarkan proses itu berlangsung. Lalu berhenti. Setelah itu tubuh akan segar lagi dan bertahan 4-5 jam. Setelah saya membiarkan Romo Glinka berbaring, diam selama 15 menit, badannya bugar. Tak tampak ada kelelahan di wajahnya.
Saya sudah praktek dua kali. Ajaib....benar-benar segar dan tubuh tidak terlihat lelah. Wah....terima kasih Prof Glinka. Teman-teman mau mencoba?
Yogyakarta, 14 Mei 20012
Pukul 12.17
Lalu dia mengajari saya begini. Rurit, tidur tegak lurus. Posisi tangan di samping badan.Mirip orang baris, tetapi tidur. Tanpa bantal. Rileks. Jangan memikirkan apapun. Hanya memfokus di nafas saja. Naik turunnya nafas diikuti. Sekitar 15 menit biarkan proses itu berlangsung. Lalu berhenti. Setelah itu tubuh akan segar lagi dan bertahan 4-5 jam. Setelah saya membiarkan Romo Glinka berbaring, diam selama 15 menit, badannya bugar. Tak tampak ada kelelahan di wajahnya.
Saya sudah praktek dua kali. Ajaib....benar-benar segar dan tubuh tidak terlihat lelah. Wah....terima kasih Prof Glinka. Teman-teman mau mencoba?
Yogyakarta, 14 Mei 20012
Pukul 12.17
Sabtu, 12 Mei 2012
Menangis

Saya menangis bukan karena sedih. Saya menangis melihat ada pengorbanan yang tanpa pamrih, sikap ikhlas dari para tim evakuasi. Medan berat demi membawa jenasah, mereka para korban yang tubuhnya tercerai berai karena pesawat Shukoi superjet 100 menabrak tebing Gunung Salak. Saya menangis karena tergetar ada kebaikan dan kemanusiaan yang begitu tulus di sana. Medan berat, fisik yang letih, keluarga yang ditinggalkan untuk tugas.
Setiap orang hadir ke dunia ini membawa misinya masing-masing. Sekecil apapun peran dia. Menjadi tim penyelamat, tim pendoa, tim dokter, tim forensik, dan tim penulis. Begitu pula para TNI, tim SAR, mahasiswa pecinta alam, polisi dll. Pagi ini saya tergetar bagaimana sebuah bencana sepahit apapun dia membawa sebuah harapan. Bahwa nilai kemanusiaan masih terpatri pada tiap pribadi.
Yogyakarta, 13 Mei 2012
Pukul 10.42
Dikoyak Sepi
Tahukah kau
Mengapa aku atau dia
yang pernah di singgah di hatimu
Tak pernah melabuh padamu?
Kau laksana pohon gersang
Pula laksana sungai kering di musim kemarau
Kau adalah pohon yang meranggas
Gurun pun takut pada kesepianmu
Tahukah kau
Hidupmu dikoyak sepi
Kau terus berlari
Padahal tak ada yang mengejarmu
Kau cuma perlu diam
Hening
Bening
Kosong
Yogyakarta, 12 Mei 2012
10.57
Mengapa aku atau dia
yang pernah di singgah di hatimu
Tak pernah melabuh padamu?
Kau laksana pohon gersang
Pula laksana sungai kering di musim kemarau
Kau adalah pohon yang meranggas
Gurun pun takut pada kesepianmu
Tahukah kau
Hidupmu dikoyak sepi
Kau terus berlari
Padahal tak ada yang mengejarmu
Kau cuma perlu diam
Hening
Bening
Kosong
Yogyakarta, 12 Mei 2012
10.57
Jumat, 11 Mei 2012
Renang
Karena sakit punggung, dokter mewajibkan saya berenang. Itu salah satu cara dari berbagai cara lainnya, yang bisa menyembuhkan sakit punggung saya. Jujur, saya belum bisa berenang dengan fasih. Masalah saya mengambil nafas.
Waktu SMA saya ikut kurikulum renang. Tapi juga cuma dapet C hahhaa. Sepanjang semester saya cuma berangkat dua kali.Pas pertama perkenalan dan mau ujian. Mana bisa. Emangnya renang sulapan massal? Nah karena saya tetap pingin lancar berenang, maka saya mencoba berlatih lewat teman. Kalau ada yang mengajak saya berenang saya hooh hooh saja. Tapi ya itu tadi cibang cibung, meluncur, renang ala gaya bebas kayak mandi di sungai sudah selesai.
Tapi saya tak pernah berenang di air yang dalam. Hingga suatu hari, ketika masih SMA, saya tenggelam. Hihihi. Memalukan. Sejak itu saya absen berenang. Melupakan bermain di air dan berenang. Padahal kalau dipikir-pikir, negeri ini kepulauan yang banyak sungai dan lautnya. Pernah tsunami pula. Sudah selayaknya saya memberikan bekal kepada diri sendiri untuk mahir berenang. Saya juga kerap liputan di berbagai daerah. Tapi kok bisa saya tetap bebal dan enggan belajar berenang?
Hingga, Dokter Cicil yang merawat saya mewajibkan saya berenang. "Itu untuk relaksasi dan meluruskan punggung, pasti lebih enak,"ujarnya. Menurut dia renang juga olahraga yang paling baik, selain joging. Ditemani Dokter Wiwi yang juga punya masalah punggung, saya dengan ogah-ogahan berangkat. Tanpa pakaian renang, cuma dengan training. Seperti makhluk luar angkasa, kesasar di kolam renang. Hiii. Wiwi berenang ke dalam, sementara saya di pinggiran. Meluncur. Meregangkan punggung sesekali renang menggunakan gaya katak dan bebas.
Saya rasakan air menyentuh kulit, merasakan gelombang kecil, saya sungguh rileks luar biasa. Saya pejamkan mata, diam, tak berpikir apa-apa. Kok tiba-tiba saya merasakan sensasi yang berbeda dibanding sebelum-sebelumnya ya? Mendadak saya suka air dan berenang. Saya janji begitu tiba di Yogyakarta, saya harus serius mencari guru renang. Maksimal tiga bulan saya harus bisa. Syukur-syukur bebas dari rasa sakit di punggung.
Tapi sudah lima hari saya menginjak Yogyakarta, kok ya belum jua beranjak ya? Hiks hiks...
Yogyakarta, 12 Mei 2012
Pukul 1.17
Waktu SMA saya ikut kurikulum renang. Tapi juga cuma dapet C hahhaa. Sepanjang semester saya cuma berangkat dua kali.Pas pertama perkenalan dan mau ujian. Mana bisa. Emangnya renang sulapan massal? Nah karena saya tetap pingin lancar berenang, maka saya mencoba berlatih lewat teman. Kalau ada yang mengajak saya berenang saya hooh hooh saja. Tapi ya itu tadi cibang cibung, meluncur, renang ala gaya bebas kayak mandi di sungai sudah selesai.
Tapi saya tak pernah berenang di air yang dalam. Hingga suatu hari, ketika masih SMA, saya tenggelam. Hihihi. Memalukan. Sejak itu saya absen berenang. Melupakan bermain di air dan berenang. Padahal kalau dipikir-pikir, negeri ini kepulauan yang banyak sungai dan lautnya. Pernah tsunami pula. Sudah selayaknya saya memberikan bekal kepada diri sendiri untuk mahir berenang. Saya juga kerap liputan di berbagai daerah. Tapi kok bisa saya tetap bebal dan enggan belajar berenang?
Hingga, Dokter Cicil yang merawat saya mewajibkan saya berenang. "Itu untuk relaksasi dan meluruskan punggung, pasti lebih enak,"ujarnya. Menurut dia renang juga olahraga yang paling baik, selain joging. Ditemani Dokter Wiwi yang juga punya masalah punggung, saya dengan ogah-ogahan berangkat. Tanpa pakaian renang, cuma dengan training. Seperti makhluk luar angkasa, kesasar di kolam renang. Hiii. Wiwi berenang ke dalam, sementara saya di pinggiran. Meluncur. Meregangkan punggung sesekali renang menggunakan gaya katak dan bebas.
Saya rasakan air menyentuh kulit, merasakan gelombang kecil, saya sungguh rileks luar biasa. Saya pejamkan mata, diam, tak berpikir apa-apa. Kok tiba-tiba saya merasakan sensasi yang berbeda dibanding sebelum-sebelumnya ya? Mendadak saya suka air dan berenang. Saya janji begitu tiba di Yogyakarta, saya harus serius mencari guru renang. Maksimal tiga bulan saya harus bisa. Syukur-syukur bebas dari rasa sakit di punggung.
Tapi sudah lima hari saya menginjak Yogyakarta, kok ya belum jua beranjak ya? Hiks hiks...
Yogyakarta, 12 Mei 2012
Pukul 1.17
Shukoi
Mestinya semua kru dan penumpang menikmati Joy flight pada uji coba pesawat bikinan Rusia ini. Tapi takdir berkata lain. Joy flight itu akhirnya benar-benar membuat buat para penumpang enjoy selama-lamanya bersama semesta yang diam. Dalam pesawat itu, ada satu orang yang mesti saya tak mengenalnya, tetapi cukup tahu kisahnya. Meski hanya sedikit. Mungkin karena itu, saya benar-benar berempati dengan peristiwa ini.
Tak mudah menerima orang yang kita kenal apalagi dia bagian terdekat dalam hidup kita ada dalam peristiwa yang naas. Ketika sebuah kematian tak terduga dan berlangsung cepat, dan kejadiannya tak biasa. Sempat sekelebatan pikiran muncul, membayangkan saya ada di dalam pesawat itu. Ketika maut menjemput hanya dalam sekian detik, sebelum sebuah ledakan terjadi dan membawa kita "terbang" entah kemana, apa yang bisa kita lakukan?
Menjerit, diam, atau berdoa? Tapi saya tak mau terseret dalam bayangan itu. Kematian adalah kematian. Bagaimanapun caranya dan kapan pun waktunya tiba. Tidak perlu di analisis dan di nilai. Tidak ada seorangpun yang tahu. Yang saya tahu belakangan ini adalah, ketika pikiran dan aku ini lenyap, kematian apapun dan bagaimanapun caranya tak lagi penting. Ketika pikiran dan aku lenyap, maka orang terbebas dari penderitaan.
Yogyakarta, 12 Mei 2012
Pukul 07.24
Kematian (bagian 2)
Dia datang seperti pencuri di malam hari. Tak tahu kapan datangnya dan dengan cara bagaimana. Peristiwa naas Shukoi superjet 100 membuka mata kita. Kematian datang tak terduga. Setengah jam sebelumnya masih bersapa ria dengan orang kekasih, atau berfoto dengan senyum lebar. Setengah jam kemudian, tubuh ini sudah fana. Lebur bersama alam semesta.
Dari tanah kembali ke tanah. Cuma itu yang perlu kita ingat. Sebuah peristiwa mengingatkan kita bahwa jika ada janji yang belum lunas, bila masih ada ganjalan yang belum tertuntaskan, cuma satu caranya. Selesaikan. Agar tiada lagi yang terutang.
Shukoi ... sepahit apapun kejadiannya. Sebuah peristiwa pastilah bukan cuma peristiwa semata. Dia ada karena banyak hal yang bisa bercerita di balik peristiwa. Sebuah peristiwa bisa menjadi cermin, pula bisa melunturkan hati sekeras baja. Maka, sekelam kesedihannya, dia juga akan berlalu. Pada akhirnya kita ini setitik debu. Terbang...dan melebur bersama alam semesta. Jadi terbanglah bersama alam semesta, saudara-saudaraku. Meski jujur saja, aku juga tidak tahu, kemana seseorang setelah dia tak lagi bernafas selama-lamanya.
(lihat juga Kematian bagian 1 di http://tjapoenk.blogspot.com/2012/02/kematian-bagian-1.html)
Untuk korban Shukoi superjet 100. Tunduk takzim untuk mereka.
Yogyakarta, 11 Mei 2012
Suntikan 15 Titik
Ibu angkat saya semasa kuliah seorang dokter spesialis rehabilitasi medik. Dokter Cicil namanya. Tapi kami punya julukan beragam. Mama Cici, maknyak, atau Drc. Entah kenapa sejak masa kuliah, saya selalu merasa tersugesti bisa sembuh jika berobat dengan beliau. Maka ketika punggung ini tak kunjung sembuh, saya nekat datang ke Surabaya. Lagipula, dengan spesialisasinya, saya menganggap cocok datang padanya. Drc bisa menjadi penyembuh buat punggung saya.
Rumahnya di kawasan Darmo, tempat persinggahan kami anak-anak kuliah yang menyukai organisasi kampus. Maka pulang ke Surabaya, serasa pulang ke rumah ibu kami yang kedua. Ketika saya tiba di sana, ada teman lain yang juga berobat dengan keluhan sama. Punggungnya sakit. Wiwi, nama teman itu, seorang dokter yang mendalami akupuntur. Ada lagi, calon dokter muda tapi dia laki-laki juga dengan keluhan yang sama punggung.
Drc punya pasien baru, kami bertiga dengan sakit yang sama di bagian punggung. Tiap malam dengan bimbingan terapis, kami diajari olahraga punggung. Kalau pagi "ngontel" sepeda, disetrum, dipanasi, dan ditusuk jarum untuk akupuntur hingga wajib renang. Dokter Wiwi-lah yang mengakupuntur punggung saya. Jadi dia pasien merangkap dokter. Terimakasih Wiwi :)
Saya merasa beruntung, ada Dokter specialis ahli syaraf yang juga tinggal di sana. Merry namanya. Dokter muda tapi dengan ketenangan dan analisis yang akurat. Titik-titik yang nyeri dipencet dan di analisis. Kesimpulannya saya mengalami tegang otot. Bisa karena kurang olahraga, kelelahan, dan pikiran. Hehehe. Kalau memang benar karena pikiran, tubuh saya berarti memberikan tanda-tanda baru. Pasalnya kalau saya sedang punya banyak pikiran pasti saya terkena ini :maag akut dan sariwan, bukannya punggung.
Obat anti nyeri dan fisioterapi hanya sedikit mengurangi rasa sakit di punggung. Tindakan berikut yang dilakukan Merry pada punggung saya adalah menyuntik tepat di daerah sakit. Dia menunjukkan buku pada saya asal muasal rasa nyeri dan menjalar kemana saja. Ini dia yang bikin saya hampir nyaris tak bernafas. "Harus di suntik paling tidak 20 titik," katanya sembari menunjukkan lokasi-lokasi itu.
Perlu dua hari bagi saya menenangkan diri untuk menerima suntikan itu. Saya nyaris menerima ajakan teman baru saya, Mbak Ida untuk ke ahli pijat alternatif. "Saya selalu sembuh,"katanya. Bukan saya tidak percaya alternatif. Tapi saya lebih menyukai tindakan medis terlebih dulu.
Setelah saya pikir-pikir, "eksekusi" menyuntik punggung saya pun dilakukan. Waktu kecil saya sering disuntik pantat saya. Sakit sih. Tapi cuma sekali suntikan. Juga kalau di infus, paling juga cuma satu jarum. Tapi disuntik 20 titik sekaligus, itu jauh dari bayangan saya. Apalagi Merry bilang suntikan akan membuat nyeri. Dengan tangan berkeringat dingin...saya pasrah ketika jarum suntik menembus punggung dan leher saya. Rasanya....Hihihi...Lima suntikan pertama saya masih tabah. 10 suntikan saya sudah "bengok-bengok". Suntikan 5 titik berikutnya, dengan total 15 titik, saya sudah angkat tangan. Nggak kuat, cing. Ternyata saya masih tidak tahan sakit. Hiks.
Punggung rasanya baal, menebal, nyeri, senut-senut, bekas tusukan juga agak perih. Hadeww..."Mestinya masih 10 suntikan lagi,"kata Dokter Merry dengan tenang. Esok pagi, ajaib sakit punggung saya berkurang hingga 70 persennya. Kombinasi fisioterapi, olahraga, akupuntur, dan suntikan 15 titik itu membuat saya bisa bernafas panjang tanpa terasa sakit. Ada tiga dokter yang kompeten menangani punggung saya. Dokter ahli syaraf, dokter akupuntur, dan dokter rehabilitasi medik. Mereka memberi dengan maksimal dan cuma-cuma. Beruntungnya saya.
Sungguh bersyukur dikelilingi orang-orang yang luar biasa dalam lingkungan saya. Ketika saya menemui kesulitan selalu ada jalan. Saya sering membatin, betapa terberkatinya hidup saya. Benar...sakit tidak perlu dirutuki. Sakit adalah sakit. Tidak perlu dianalisis dan dinilai. Dari sakit, saya menyadari beberapa hal. Yang Empunya Kehidupan ini ingin menunjukkan kepada kita bagaimana caranya bersyukur, menerima kesakitan dengan ikhlas, orang lain yang begitu berarti dengan sesama yang lainnya. Dan saya percaya, sekecil apapun peran kita di dunia ini, setiap orang membawa misi hidupnya masing-masing. Bahwa setiap hidup yang kita peroleh ini, menyadarinya dengan sepenuh-penuhnya.
Yogyakarta, 11 Mei 2012.
Pukul 03.49
Selasa, 01 Mei 2012
Buruh


Hari mulai panas. Badan masih kurang fit. Alhasil baru beberapa menit war wer wor kepala udah mau pecah :( Saya kabur duluan sebelum acara tuntas. Pulang ke rumah. Dan masih tetap menjadi buruh entah sampai kapan. :)
Satu-satunya mengubah posisi buruh ke posisi majikan ya mengubah haluan pekerjaan. Tapi herannya saya kok nggak juga kepikiran jadi majikan. Masih tetap aja pingin mburuh. Heran juga saya. Saya tak menganggap jadi buruh itu posisi rendahan lho. Cuma ya itu tadi kurang "merdeka". Tapi demi menghibur diri ini, ada tekat dalam hati, suatu saat saya nggak jadi buruh lagi deh. Semoga sebentar lagi. :) :) Bagaimana dengan kalian?
Yogyakarta, 1 Mei 2012
Pukul 20.00
Langganan:
Postingan (Atom)