Serendepity artinya ketidaksengajaan yang menguntungkan. Ini sebuah judul film bertahun-tahun lalu. tapi menjadi salah satu koleksi film favorit saya. Ini kisah klasik dengan genre romantis berbumbu komedi. Cemen banget ya. Sekali-kali begitu ndak dosa kok.
Ceritanya Sarah dan Jonathan bertemu ketika mereka akan membeli sarung tangan. Sarung tangan cuma satu, tapi mereka berebut ingin mendapatkan sarung tangan yang sama. Segitu sederhananya semesta ini mempertemukan mereka. Blipppp....berpandangan. Mata ketemu mata...senyum dibalas senyum malu-malu. Ciela. Tapi konon ketika takdir seseorang akan bersama, maka apapun rintangannya pasti juga akan bersama. Percaya nggak kalian dengan itu? Ada pula yang berujar begini. Dalam hidup, seseorang hanya mencintai satu orang dalam hidupnya. Begitukah?
Meski sama-sama punya kekasih, cinta pandangan pertama membuat mereka sama-sama jatuh cinta. Pertemuan di mall itu pun berlanjut di cafe Serendepity. Semesta seakan-akan berada di pihak mereka. Terikat erat dan tak terpisahkan.
Tapi Sarah, seorang psikolog, selalu menganggap segala sesuatu pada alam semesta ini ada tanda-tandanya. Maka, ketika pertemuan tanpa meninggalkan nama dan alamat itu dipertemukan kembali gara-gara barang mereka tertinggal di Serendepity, Sarah sumringah. Dia menangkap tanda, "Ah dia memang milikku." Mereka pun bersiap bertukar nomer telepon. Ealah...ketika kertas sobekan akan diberikan ke Jonathan, angin kencang datang. Dan byaaarrr kertas itu terbang bersama ribuan kertas lain. Kecut hati Jonathan. Dia bilang, "Itu cuma kebetulan."
Sarah tidak bisa menerimanya. "Kita harus mundur, karena sudah ada tanda-tandanya." Pada secarik kertas uang 5 dolar, Jonathan di minta menuliskan nama dan nomer telepon. Uang malah dibelikan permen sembari mengatakan, "Kalau uang itu kutemukan, maka kita akan bertemu."
Dia lalu menunjukkan buku Love at the Time of Cholera. "Besok aku akan ke toko buku loak. Setiap kali kamu ke toko buku loak, carilah buku itu. Kau akan bisa menghubungi aku karena aku menuliskan alamat dan nomer teleponku." Tapi Jonathan tetaap ngotot. Sarah memberikan alternatif terakhir. Dia mengajak Jonathan ke salah satu hotel. Berhadap-hadapan di lift, Sarah bilang. "Kalau nomer yang kita pencet sama, dan kita bertemu, maka kita bisa meneruskan pertemuan ini."
Sungguh malang, meski nomer lift yang mereka pencet sama, lift Jonathan ngadat. Bisa ditebak, pertemuan pun berakhir. Ihir... termehek-mehek deh...Tujuh tahun berlalu. Keduanya sama-sama hampir menikah. Rupanya semesta memberikan sinyal untuk keduaya bahwa mereka ditakdirkan bersama.
Jonathan menangkap tanda-tanda. Sarah ada dimana-mana. Sebagai pemain golf, pemotong rambut, dan dalam lagu yang dinyanyikan seseorang di pinggir jalan. Jonathan curhat dengan sahabatnya. "Aku harus cari dia, setidaknya sebelum menikah, apapun hasilnya, aku udah nggak penasaran lagi," kata Jonathan. Sang sahabat mangkel berat karena dia yang menjadi pendamping calon mempelai pria. "Kamu gila, ya? itu sudah bertahun-tahun lalu jek. Logikamu dimana, besok lusa kamu juga hampir menikah," kata sang sahabat. Tapi Jonathan tak bergeming. Di mulailah pencarian itu di TKP (Tempat Kejadian Perkara) toko tempat penjualan sarung tangan.
Di tempat lain...Sarah juga menangkap tanda-tanda. Mulai dari cincin pertunangan yang kekecilan sampai nama film favorit Jonathan yang tiba-tiba dia temukan ketika hatinya sedang galau bersama sang kekasih. Menemukan tanda-tanda ini, Sarah juga curhat dengan sahabatnya. Tapi sang sahabat menilainya tak "waras" dengan keputusannya mencari Jonathan."Kamu sudah bukan orang yang kukenal. Itu peristiwa sudah bertahun lalu. Kamu sudah obsesif," kata si sahabat.
Tapi Sarah tetap nekat. Dia terbang ke San Fransisco. Sementara, Jonathan juga mencarisang pujaan hati hingga ke London. Jalinan film memang agak kelihatan mengada-ada. Misalnya, buku loakan yang berisi alamat Sarah justru diberikan calon istri Jonathan. Juga duit 5 dolar ditemukan Sarah di dompet sahabatnya yang tertukar. Kalau dompet tertukar, masak sih kartu identitas naik pesawat nggak diperlukan. Hehehe. (salah satu yang janggal dari film ini).
Kali ini semesta benar-benar berpihak pada mereka. Cuma caranya agak bergelombang. Ketika keduanya sudah sama-sama menyerah dengan keadaan karena nasib seolah-olah tak mempertemukan mereka, toengggg...bertemulah mereka di salah satu TKP. Pertemuan romantis, tanpa kata-kata. Cuma mata yang bicara. Cieeeeee....Saya menggarisbawahi. Kalau kamu yakin mencintai seseorang, ya kejarlah. Kalau sudah lelah, ya berhentilah. Alam semesta ini akan berbondong-bondong berada di pihakmu, ketika memang tadirnya sudah begitu. Ehhh...benar nggak ya?
Dalam hidup saya tak pernah melakukan apa yang dilakukan Jonathan dan Sarah. Jadi melihat film itu, yang jadi favorit saya kemudian, jangan-jangan saya merasa ada bagian diri saya yang tersembunyi seolah-olah merasa terwakili keduanya. Hihihihi. Karena saya nggak bisa melakukan apa yang dilakukan keduanya.:( Saya tak pernah "mengejar" pria dalam hidup ini. Kalau mau pergi ya silahkan pergi. Kalau mau datang ya silahkan datang. Kalau saya masih tertarik ya saya terima, kalau sudah ada orang lain ya ...sudah, kita berakhir saja. Sederhana sekali, kan?
Seperti sekarang ini, ada seseorang yang cukup rutin menyapa saya melalui BBM. Tapi aduh kok ya dia sudah milik orang lain ya? Seperti kata buku Muhamad Pengeja Hujan. Cinta bisa tersimpan dalam hati, tetapi tidak bisa maju lagi. Jadi, ya sudah. Saya mungkin memerlukan Jonathan lain dalam hidup saya. Dieeee...curcol euy...Kayak anak ABG yang sedang mencari cinta saja.
Yogyakarta, 29 April 2012
Pukul 6.43