Pagi tadi saat duduk di beranda kamar, saya memikirkan hal yang mungkin buat teman klise banget. "Apa yang sudah kuberikan untuk Indonesia?". Mungkin orang bisa muntah dengan pertanyaan ini. Tapi jujur baru pagi ini saya kepikiran lagi setelah bertahun-tahun lalu pernah mempertanyakan ini.
Terus terang pikiran ini berangkat dari rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang rencananya dilakukan bulan April. Saya agak ngeri dengan dampak rencana kenaikan ini. Meski saya harus akui, BBM kita termasuk paling murah di dunia. Timor Leste yang lebih miskin dari kita saja harga premiumnya sekitar Rp 10.000-an perliternya. Lha kita Rp 4500. Wow. Murah banget. Dan konsumsi terbesarnya untuk orang-orang kaya yang punya mobil lebih dari satu. Jadi, apa kita ini sudah benar memberikan subsidi pada orang kaya?
Sebagai warga Negara ini, tentu saya merasa terpanggil, apa yang bisa saya berikan untuk Indonesia ya? Tapi mulai dari mana? Saat diri ini tak sadar, monyet dalam pikiran ini meloncat-loncat, gemas dengan persoalan negara yang tak jauh-jauh dari korupsi, permainan hukum negeri yang memalukan dll. Perkara hukum lebih mirip opera sabun. Masyarakat disuguhi "tontonan" seolah-olah perkara hukum dan korupsi itu panggung hiburan. Apakah ini hanya by desain saja atau memang ada sesuatu yang lain, cuma sutradaranya yang tahu. Setelah itu sadar. Diam. Tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Saya jadi gemas dengan diri ini. Mulai dari mana? Saya pernah membaca...duh lupa siapa yang ngomong. Kejahatan akan merajalela ketika orang baik diam saja. Bisa jadi saya juga diam seperti yang lain. Mencari selamat. Menyerahkan segala sesuatu pada pimpinan atau orang-orang tertentu. Tapi mosok sih, kita hidup sekali ini tak bisa memberi sesuatu yang berarti?
Menggerakkan sesuatu, itu yang saya pikirkan pagi tadi. Tapi untuk sebuah perubahan yang berarti. Saya sudah kepikiran beberapa hal. Sedang menjalankannya, dan sedang merencanakan. Mungkin itu sebuah awal. Yang jelas saya tidak mau hidup saya terkurung di ruangan 3x4 kamar saja. Atau hanya memandangi layar 21 inci pagi, siang, malam. Layar yang tidak bisa kita ajak berdiskusi. Kita hanya menerima informasi apapun yang masuk, tetapi tak pernah mampu mencernanya dengan dalam. Tak bisa memprotes. Berapa lama pikiran kita diaduk-aduk oleh semua ini. Jadi kapan diam dan melakukan sesuatu?
Karena alasan menggerakkan sesuatu inilah, kemugkinan saya off untuk beberapa hari untuk menulis blog. Jika memang saya memiliki waktu yang cukup, mungkin saya akan datang di blog ini. Sebagai langkah awal, yuk kita bergerak. Jangan hanya puas di sebuah kamar berukuran 3x4 saja atau memandangi layar 21 inci saja. Karena hidup yang disadari ada kini dan sekarang ini. :) sekali lagi yuk bergerak.
Yogyakarta, 12 Maret 2012
Pukul 18.12
em.. apa ya.. mulai dari yang terdekat dulu.. hehhehee
BalasHapussalam kader bangsa..
BalasHapus