Rabu, 25 Maret 2015

Cinta Tak Bersyarat, Kasih Tak Terbatas


Ketika kita dihadapkan momen yang menyakitkan, dan berat untuk mengatakan "aku memaafkanmu" sebenarnya bukan orang lain yang sedang kita hadapi. Diri ini, sang aku, sebenar-benarnya sedang berhadapan dengan diri kita sendiri. Ada konflik batin di sana. Pikiran kita terus menanggapi obyek2 yang liar berseliweran dan tentu saja, ego kita menguat, kesadaran melemah.
Saya harus mengakui cukup kesulitan melepaskan beban sakit hati, marah, kecewa dll dalam diri ini ketika sebuah peristiwa menghampiri. Begitu kemarahan itu meledak saya buru2 menutup mata, bukannya menyadari kemarahan itu, melihat kemarahan itu agar lama2 lenyap tapi justru mengingat peristiwa itu, menghidupkan momen2 yang telah lewat yang menambah rasa sakit hati dan kemarahan. Hasilnya, dalam sehari 6-8 kali bermeditasi untuk meredamnya tak menghasilkan apapun. Dia justru kian menyiksa. Tak banyak membantu mengatasinya. Neraka itu ada bersama kita, membelit, mengerangkeng. Rasanya sungguh tidak enak.
Hingga pada satu titik, ketika sudah merasa lelah, ucapan ikhlaskan, maafkan lama2 menjadi suara yang terus bergema menyelimuti kita. Hingga momen tanpa daya upaya itu muncul. Aku menerima disakiti, aku menerima dibohongi, aku menerima apa adanya kamu, aku menerima tidak kamu hargai.
Ketika kepasrahan itu terjadi, menerima sesuatu yang ada di luar dugaan kita, momen cahaya itu muncul. Dia membuat kita terjaga. Sebuah spiritualitas baru muncul. Sang kebajikan menghampiri. Sebuah pengertian baru tentang hubungan antarmanusia. Seperti inilah kasih tak terbatas. Beginilah yang dinamakan cinta tak bersyarat. Dia tak menuntut balas jasa apa2, tak ingin minta dihargai, tak menuntut dicintai. Dia hadir apa adanya tanpa syarat.
Sebuah tangisan hanyalah tangisan. Sebuah pelukan yang erat, hanyalah sebuah pelukan. Dia hadir tak menimbulkan gejolak emosi. Dia begitu tenang...Katakanlah itu kebahagiaan maka itu kunamakan kebahagiaan puncak. Tp bukan bahagia yang selama ini kucecap. Dia berbeda...sungguh berbeda.
Sebuah pemahaman baru menyelinap, mengisi ruang2 yang belum pernah ada sebelumnya. Tiba2 memahami mengapa Bunda Theresa bisa mencintai orang2 lemah, terpinggirkan. Tidak jijik memeluk orang2 yang penuh luka. Mengapa Mahatma Gandhi begitu kukuh dengan Ahimsa-nya. Berjuang tanpa kekerasan.
Kasih tanpa batas, cinta tak bersyarat hanya akan dipahami bagi mereka yang mengalaminya. Dia sungguh2 ada. Dan dia diuji dari sebuah peristiwa bahkan yang membuat langit seakan2 runtuh....
YOGYAKARTA, 21 Maret 2015

Minggu, 01 Maret 2015

Kesendirian dan Kesepian

Kesendirian bukanlah kesepian. Orang sendiri tak selalu sepi. Begitu juga orang berpasangan tak menghindarkan dia dari kesepian. Kata Soe Hok Gie aku tidak takut sendiri. Tuhan juga sendirian. Tapi barangkali karena itu dia menjadi Maha Kuat. Berbahagialah dalam ketiadaan.
Lihatlah batang pohon ini. Dia tegak berdiri. Tumbuh dan berkembang. Kita tidak melihat kapan dia tumbuh besar. Kita hanya melihat pohon itu telah sebesar dan setinggi ini. Seperti kita melihat batin kita, kehidupan kita. Selamat liburan. Saya tetap kerja di akhir pekan. Rutinitas yang mau tidak mau harus dijalani untuk survive.

Jeda

Ada kalanya kita, kamu, saya, dan kalian jeda.
Jeda dari semuanya
Jeda dari persahabatan
Jeda dari pekerjaan
Jeda dari percintaan
Jeda dari rutinitas yang membosankan

Saya ingin jeda
Rasanya hanya pingin diam dan  menyendiri
Rasanya  keheninganlah satu-satunya jalan keluar
Di mana hanya kesadaran yang melingkupi
Saya butuh jeda,
Jika perlu, butuh  waktu yang lama

Palmerah, 1 Maret 2015