Selasa, 31 Desember 2013

Mengapa Saya Harus Tetap Menulis

Saya kembali ke Riverside lagi. Cottage milik teman saya, Dessy  yang semula satu buah sudah beranak pinak menjadi lima. Riverside tak sesepi ketika saya pertama kali datang. Sejak tanggal 23 sampai 3 Januari, semua cottage-nya terisi penuh. Cerita tentang Riverside pernah saya posting di sini. http://tjapoenk.blogspot.com/2012/01/pagi-di-riverside.html

Siapa nyana, tulisan ini menginspirasi seseorang di belahan Jawa Timur, nun jauh dari ujung Timur Jawa.  Dessy bercerita, suatu hari kedatangan tamu sepasang suami istri. Keduanya mengaku dari Jember dan membaca informasi Riverside dari blog milik saya. Kata sang  pelancong, dia ingin menapaktilasi tulisan itu dan memutuskan  menginap di sana.

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari seorang penulis selain tulisannya dibaca dan menginspirasi orang lain. Bagi saya itu puncak pencapaian  seorang penulis.

Ngomong-ngomong tentang tulisan, beberapa hari lalu, saya berjumpa dengan seorang teman di Facebook. Kami sebenarnya belum pernah berkenalan. Tapi karena sering memberi komentar, saya lupa bahwa kami belum pernah bertemu. Dan, tidak terduga, kami bertemu. Mak bedunduk. Dia bilang, kenal saya melalui tulisan saya di Tempo. Katanya, dia mengikuti tulisan saya di Tempo, media tempat saya bekerja sebelum kantor sekarang. Aih...saya mesam mesem tersipu-sipu malu. Rada bungah juga. Hihihi.

Teman ini juga mengaku menikmati status-status saya di Facebook. Katanya, status saya lucu-lucu. sampai-sampai dia pingin bertemu. "Apakah ketemu orangnya selucu statusnya di Facebook," kata teman ini. Dan saya berharap dia tidak kecewa setelah bertemu saya :)

Beberapa waktu lalu seorang teman juga mengapresiasi blog ini. Suatu hari dia menelpon. Di ujung telepon,  kakak kelas semasa di kampus ini menanyakan sesuatu yang bikin saya bungah. "Dik, kok jarang menulis. Mbok menulis lagi. Aku suka tulisanmu," katanya.

Cerita Dessy, dan dua teman ini  membuat saya tergugah. Saya harus aktif menulis kembali. Jujur saja, tak selancar dulu. Bekerja di televisi memang mengutamakan visual. Jadi menulis bukan prioritas. Tidak ada sesuatu yang kebetulan dalam hidup ini. Mengapa saya harus tetap menulis sudah jelas. Semesta memberikan tanda kepada saya. "Ayoo kamu harus menulis, itulah duniamu."

Nanti malam tahun baru. Saya menunggu tanda-tanda dari semesta. Kemana saya harus melangkah tahun depan dari berbagai pilihan yang ada di depan mata.

Selamat tahun baru, teman-teman. Teruslah menulis. Menulis adalah terapi jiwa.


Palmerah, 31 Desember 2013

Selasa, 24 Desember 2013

Tiga Sahabat Satu Tujuan



Saya punya sahabat sejak SMA yang awet sampai sekarang. Selepas SMA kami tak berkomunikasi. Melalui jejaring sosial inilah akhirnya hubungan persahabatan terpaut kembali.  Saya, Aning, dan Inten adalah satu bagian persahabatan yang saya miliki dalam hidup ini. Ada begitu banyak irisan persahabatan, salah satunya mereka.

Pada mereka, kami bertiga mengobrol tentang hidup ini. Hidup yang begitu berwarna dengan segala lika liku hidupnya. Bahagia, sedih, kecewa, gundah gulana, galau, dll. Kami saling menguatkan satu sama lain, tanpa banyak tipu daya, atau intrik sana sini yang tiada juntrungannya. Persahabatan kami tulus. Berpikir positif. Melengkapi hidup yang begitu indah.


Kami bertiga tak selalu bertemu.Apalagi Inten tinggal di Solo.  Tapi komunikasi kami lumayan intens. Bukan kuantitas, tapi kualitas pertemanan lebih penting. Dua pekan terakhir, semesta memberikan sinyal yang sama untuk kami bertiga. Tidak janjian, juga tidak berbisik-bisik. Suatu siang, di terik yang mengigit kulit, entah siapa yang memulai, kami ingin makan siang bersama. Kantor saya dan Aning hanya sepelemparan batu dari kantor saya.

Kami bertemu di kantin orange, saya namai begitu,  karena warna atapnya orange. Lalu, dengan mata tumpah ruah, kami tak sabar saling membuka mulut, menceritakan banyak hal. Celotehan tumpah ruah inilah yang membuat kami terbeliak bersama-sama. Dia bilang, "Beib, aku resign Februari." Inten Minggu ini."  "Lha, aku juga mau resign Jumat ini," saya menimpali pembicaraannya yang belum tuntas.

Tapi begitulah yang terjadi, di antara kami bertiga. Percaya nggak sih,  ketika seseorang satu hati, bahkan keputusan tanpa janjian pun bisa terjadi di antara kami. Lalu, dia menjelaskan alasannya keluar, begitu pula rencana saya.  Setelah makan siang satu jam, kami kembali ke kantor masing-masing. Kami pulang....masih dengan mata tumpah ruah. Tiga sahabat, satu tujuan....Itulah kami.

Selamat Natal, teman.

Kuningan, 24 Desember 2013

Catatan Senin, 17 Desember 2013.


Film dan Akhir Tahun Yang Indah

Akhir tahun ini tiada yang lebih indah dari mewujudkan  rencana besar ke depan membuat naskah film. Ini dunia baruku sekarang dan seterusnya. Selamat datang tahun baru, rencana baru, dan mimpi yang membentang luas.
Done!

Terimakasih semesta....

Kuningan, 24 Desember 2013